Monday, January 21, 2008

Suara Mahasiswa di Belanda

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=50643

SUARA MAHASISWA DI BELANDA (1)
Soeharto Harus Diadili, Secara Moral Harus Dihormati
Senin, 14 Januari 2008, 13:33:13 WIB

Den Haag, myRMnews. Kabar tentang kondisi kesehatan bekas Presiden Soeharto yang terus menurun sampai juga ke belahan dunia lain. Mahasiswa Indonesia di Belanda, misalnya, tetap mengikuti perkembangan kondisi kesehatanbekas penguasa Orde Baru itu termasuk perdebatan mengenai status hukumnya.

Koresponden myRMnews di Belanda A.Supardi Adiwidjaya menemui sejumlah mahasiswa Indonesia di Belanda. Mereka menginginkan antara proses hukum dan moral atau kemanusiaan dalam kasus Soeharto dipisahkan.
Proses hukum terhadap Soeharto harus tetap dijalankan. Tetapi secara moral Pak Harto harus tetap diakui bahwa ia adalah pemimpin kita,” kata Yohanes Widodo, mahasiswa Universitas Wageningen, Minggu (13/01) waktu setempat.

Kalau mau mengejar waktu, lanjut Yohanes, pengadilan in absentia, yang banyak diusulkan, bisa dilakukan. Artinya, meski Pak Harto tidak bisa hadir di pengadilan, proses hukum tetap bisa dilakukan.

Yohanes berpendapat, secara moral dan kemanusiaan, kita tidak bisa menutup mata bahwa Pak Harto punya kontribusi dan jasa terhadap negara dan bangsa Indonesia. Karena itu, dia harus tetap harus kita hormati dan hargai. “Pemerintah dan bangsa Indonesia, bisa dan layak untuk memberikan pengampunan”, tutur Wakil Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Wageningen (Belanda) ini.

Masalahnya, beberapa kali terjadi pergantian pemerintahan, namun penyelesaian kasus Pak Harto tidak pernah tuntas. Ini salah kita. Ini salah pemerintah kita dan salah badan peradilan kita.

Celakanya, kata Yohanes, justeru pada saat kondisi Pak Harto sedang kritis, orang ramai-ramai menuntut dan meminta pengadilan dipercepat. Sementara itu, ada tuduhan dan dugaan sebagian besar publik bahwa Pak Harto bersalah dan harus mempertanggungjawabkan kesalahannya.

“Kita harus sadar bahwa kita juga bersalah. Karena dengan mengulur-ulur proses pengadilan Pak Harto dan membiarkan kasus Pak Harto ini berlarut-larut seperti
sekarang, itu sama saja memperlakukan Pak Harto secara tidak adil, karena membiarkan kepastian dan status hukum Pak Harto tidak jelas dan menggantung tanpa kepastian, “ tutur Johanes.

Kondisi ini, kata Yohanes, menyulitkan bagi pemerintah SBY untuk menentukan sikap terhadap kasus Pak Harto. Apakah harus mengampuni orang yang tidak bersalah dan status hukumnya belum jelas?

“Jadi sikap saya: proses hukum harus tetap jalan, secara moral Pak Harto harus tetap diakui bahwa adalah pemimpin kita”, pungkas Yohanes. yat


-----

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=50722

SUARA MAHASISWA DI BELANDA (2)
Kejahatan HAM Soeharto Sudah Extra Ordinary Crime
Selasa, 15 Januari 2008, 16:01:00 WIB

Den Haag, myRMnews. Kabar tentang kondisi kesehatan bekas Presiden Soeharto yang terus menurun sampai juga ke belahan dunia lain. Mahasiswa Indonesia di Belanda, misalnya, tetap mengikuti perkembangan kondisi kesehatanbekas penguasa Orde Baru itu termasuk perdebatan mengenai status hukumnya.

Koresponden myRMnews di Belanda A.Supardi Adiwidjaya menemui sejumlah mahasiswa Indonesia di Belanda. Dalam seri kedua ini redaksi menjaring pendapat Saurlin Siagian, mahasiswa Institute of Social Studies yang juga Ketua PPI Den Haag:
Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin menanggapi tentang kasus pidana dan perdata Suharto, menjelang menit-menit terakhir (menuju) kematiannya yang sudah diujung tanduk.

Pertama, tidak ada alasan untuk tidak mengadili Suharto, karena itu adalah mandat MPR, khususnya TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, tertanggal 13 November 1998.

Pasal 4 TAP MPR itu berbunyi: "Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Suharto dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia".

Jika tidak, ini adalah pelanggaran terhadap ketetapan MPR, atau MPR harus melakukan sidang istimewa untuk mencabut ketetapan itu.

Kedua, tentang korupsi dan kekayaan Suharto, ini bukan isu dan opini, tetapi fakta, investigasi, dan penelitian ilmiah yang dilakukan lembaga-lembaga profesional dan ahli-ahli berkapasitas baik.

Sebagai contoh, penelitian Transparansi Internasional yang menghasilkan 10 orang terkorup di dunia, dan Soeharto adalah salah satunya dengan kekayaan hasil korupsi sebesar 35 miliar dolar AS .

Atau penelitian-penelitian yang didokumentasikan Dr. George Junus Aditjondro, sosiolog korupsi dalam bukunya ”Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa, yang diterbitkan oleh LKiS, Yogya, bulan Mei 2006.

Selain itu, majalah Time juga melakukan investigasi yang sama. Sampai sekarang beluma ada bantahan secara ilmiah terhadap hasil penelitian dan investigasi mereka.

Ketiga, bagi saya, masalah terbesar Suharto bukan masalah perdata dan pidana yang dialamatkan saat ini kepadanya, tetapi persoalan jutaan orang yang terbunuh, diasingkan, dan terpaksa harus tinggal luntang-lantung di luar negeri, karena kebijakan sistematik Soeharto untuk menyingkirkan orang orang yang, terlibat atau tidak terlibat peristiwa G 30 S tahun 1965.

Dalam terminologi Hukum HAM internasional, kejahatan ini memenuhi syarat sebagai kejahatan HAM luar biasa (extra ordinary crime), karena memenuhi unsur :

Pertama, Sistematik, yakni diatur dalam kebijakan negara.
Kedua, pelanggaran dilakukan oleh state actor dan state sponsored actors yang dilakukan secara langsung melalui agen negara, dan pembiaran terhadap pelanggaran HAM itu sendiri.
Ketiga, sifatnya yang meluas, yakni terjadi secara serentak, menyebar ke berbagai tempat, dengan pola yang sama. yat

------

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=50729

SUARA MAHASISWA DI BELANDA (3)
Soeharto Tak Pantas Diganjar Penghargaan
Selasa, 15 Januari 2008, 17:31:34 WIB

Den Haag, myRMnews. Kabar tentang kondisi kesehatan bekas Presiden Soeharto yang terus menurun sampai juga ke belahan dunia lain. Mahasiswa Indonesia di Belanda, misalnya, tetap mengikuti perkembangan kondisi kesehatanbekas penguasa Orde Baru itu termasuk perdebatan mengenai status hukumnya.
Koresponden myRMnews di Belanda A.Supardi Adiwidjaya menemui sejumlah mahasiswa Indonesia di Belanda. Dalam seri ketiga ini redaksi meminta komentar Reni Susanti, program MA Student Human Rights Development and Social Justice Institute of Social Studies Den Haag:

Komentar Reni, “Tidak ada kompromi untuk terus menyeret Suharto ke meja hijau, baik pidana maupun perdata”. Berikut pendapat selengkapnya:

Menghentikan tuntutan kepadanya berarti melukai rasa keadilan masyarakat. Kalau mau konsisten, negara kita negara hukum maka setiap bentuk pelanggaran harus diselesaikan melalui jalur hukum.

Kalau pemerintah tidak konsisten, itu akan membuat rakyat kehilangan kepercayaan terhadap hukum dan lembaga peradilan. Jangan menjadikan masalah ini sebagai komoditas politik, sehingga ada tawar menawar di dalamnya, biarkan lembaga peradilan bekerja tanpa intervensi dari manapun.

Sakit harusnya tidak menjadi alasan untuk tidak menuntutnya, karena toh bisa disidang in absentia. Alasan kemanusiaan dan jasa-jasanya?

Saya melihatnya seperti ini...Suharto menjadi presiden selama 32 tahun dan melakukan hal-hal yang dianggap sebagai jasa ...bukankah itu yang memang seharusnya dia lakukan sebagai seorang presiden.
Orang yang melakukan sesuatu karena menjadi kewajibannya, tidak perlu mendapat penghargaan yang berlebihan. Justru karena dia mendapatkan wewenang dan kekuasaan, semua itu harus dipertanggungjawabkan.

Persoalan yang lebih penting adalah, sejak mengambil alih kekuasaan dan selama masa berkuasanya di Indonesia dia telah melakukan berbagai pelanggaran HAM berat, melakukan korupsi yang seharusnya bisa digunakan untuk menyejahterakan rakyat....

Ini kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sungguh tidak masuk akal dan luar biasa besarnya. Jadi, buat saya tidak ada tawar menawar: Suharto harus diadili!

Begitulah pendapat saya...saya sangat geram dengan politisasi terhadap kasus ini sampai berlarut-larut seperti sekarang. Nampaknya rejim Suharto masih terus berkibar benderanya.... yat

----

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=50734

SUARA MAHASISWA DI BELANDA (4)
Putusan Hukum Soeharto Lebih Penting daripada Sita Hartanya
Selasa, 15 Januari 2008, 18:29:32 WIB

Den Haag, myRMnews. Kabar tentang kondisi kesehatan bekas Presiden Soeharto yang terus menurun sampai juga ke belahan dunia lain. Mahasiswa Indonesia di Belanda, misalnya, tetap mengikuti perkembangan kondisi kesehatanbekas penguasa Orde Baru itu termasuk perdebatan mengenai status hukumnya.

Koresponden myRMnews di Belanda A.Supardi Adiwidjaya menemui sejumlah mahasiswa Indonesia di Belanda. Dalam seri keempat ini redaksi meminta komentar Achmad Uzair, mahasiswa ISS (Institute of Social Studies) angkatan 2007/2008, Den Haag. Berikut pendapatnya:

Dari posting sebuah milis, saya baru saja membaca cerpen berjudul ‘Kematian Paman Gober’, yang dibacakan oleh Butet Kertaradjasa beberapa hari lalu di TIM Jakarta.

Inti cerita, sepertinya sangat merujuk pada berita seputar Pak Harto, yang entah kenapa, sama seperti yg tertera dalam cerpen Butet itu, selalu ditunggu di halaman pertama semua surat kabar. Bak meniru kegundahan manusia Indonesia, bangsa bebek juga gundah menantikan kabar kematian Paman Gober. Tampaknya tidak bakalan ada berita, kecuali kabar kematiannya.

Bagi sebagian orang, proses peradilan Pak Harto musti harus dilakukan cepat-cepat sebelum terdengar berita kematiannya. Desakan ini seolah terdorong oleh keinginan untuk segera meringkus Pak Harto ke penjara, beserta fisiknya yg sudah ringkih itu agar ia bisa merasakan getirnya balasan atas kejahatan yang dilakukannya di masa lampau. Sebelum dia mati.

Mungkin saja, proses peradilan Pak Harto yang tak kunjung menemukan benang merahnya barangkali adalah dosa kita (terutama dosa mereka yg sudah duduk lama di lembaga peradilan tanpa hasil yang memuaskan dalam perkara ini). Mungkin juga, faktor masih banyaknya kroni selagi dia masih hidup, menjadi penghalang utama untuk menyelesaikan kasus ini.

Saya lebih percaya faktor yang disebut belakangan ini, yang lebih berperan ketimbang lemahnya bukti kejahatan Pak Harto yg membuat kasus ini bertele-tele.

Tentu saja, ini tidak berarti bahwa saya menyarankan untuk nggak usah melakukan apa-apa, sampai kita tunggu kabar kematiannya. Tapi, for practical reason, pada tingkat tertentu, barangkali kasus ini mungkin mudah diselesaikan kalo kita sudah mendapatkan kabar itu.

Bagi saya, yg lebih penting adalah mendapatkan putusan pengadilan yang adil tentang perannya di masa lampau, bukan menyita harta Pak Harto dan keluarganya yang didapatkan lewat tabiat mereka yang melanggar hukum, yat

Thursday, January 17, 2008

200 Ribu Turis Belanda Siap Geruduk Indonesia


Keterangan foto
Duduk (dari kiri ke kanan): Duta Besar RI untuk Negeri Belanda Junus Effendi Habibie, dan Dubes RI untuk Kerajaan Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema. Berdiri di belakang, para penari Grup Wayang Srikandi: Agustina Supardi (koreografer), Asih Sungkono dan Mira


http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=50728


200 Ribu Turis Belanda Siap Geruduk Indonesia
Selasa, 15 Januari 2008, 17:00:37 WIB

Laporan: A.Supardi Adiwidjaya, Koresponden Rakyat Merdeka dan myRMnews di Belanda.

Den Haag, myRMnews. Setiap permulaan tahun di gedung Jaarbeurs di kota Utrecht diselenggarakan (kali ini tanggal 8-13 Januari 2008) Vakantiebeurs (Travel Fairs).

Ini merupakan kegiatan yang terbesar di Belanda. Ada sekitar 140 ribu pengunjung setiap tahun yang mengunjungi tempat ini dan ada sekitar 1600 pengusaha travel dari berbagai negara.

“Ini adalah salah satu kegiatan KBRI dalam usaha untuk mensukseskan kunjungan para wisatawan ke Indonesia pada tahun 2008 ini”, ujar Kepala Bidang Pensosbud KBRI Den Haag, Firdaus Dahlan, kepada Rakyat Merdeka baru-baru ini.

Dikatakan Firdaus, setiap tahun calon potensial turis berkunjung ke Travel Fairs ini. Dalam pameran ini antara pengusaha dan calon wisatawan bertemu, merencanakan perjalanan mereka pada musim panas atau pada akhir tahun ini.

“Nah event ini adalah salah satu kegiatan yang sangat potensial yang kita ikuti sebagai upaya untuk meningkatkan atau menjaring lebih banyak lagi wisatawan Belanda datang ke Indonesia”, kata Firdaus.

Menurut Firdaus, kebetulan juga pemerintah Indonesia menggalakkan tahun 2008 ini sebagai tahun kunjungan wisata. Nah, KBRI berusaha untuk mensukseskan tahun kunjungan wisata ini.

“Kita tahu persis, Belanda adalah salah satu potensial market untuk wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia. Dan Belanda adalah satu pasar yang terbesar di Eropa setiap tahun”, kata Firdaus.

Dubes untuk Belanda Junus Effendi Habibie mempertegas apa yang dikemukakan oleh Firdaus.

“Kita melihat kegiatan Vakantiebeurs ini sebenarnya suatu tempat yang paling strategis dan baik sekali untuk mempromosikan datangnya para turis Belanda ke Indonesia”, kata Junus Habibie yang akrab dipanggil Fannie ini.

“Belanda ini penduduknya sekitar 10 persen ada ikatan dengan Indonesia. Jadi tahun 2007 yang baru lalu itu saja sekitar 130-an ribu turis Belanda datang ke Indonesia. Dan pada tahun 2008 ini kita berusaha untuk mendatangkan turis Belanda sekitar 200 ribu orang”, terang Dubes Junus Effendi Habibie optimis.

Yang saya sayangkan, lanjut Fannie, pemerintah ini masih kurang memanfaatkan tempat ajang di Belanda ini. Pemerintah tidak mengorganisir berbagai travel biro Indonesia untuk datang ke sini. “Padahal pasaran ini sungguh banyak.
Seperti di Inggris ketika saya di sana sebagai Dubes, ada sepuluh lebih tempat digunakan oleh travel biro Indonesia untuk mempromosikan parawisata ke Indonesia”, kata Fannie.

Untuk mempromosikan Indonesia di mata Belanda dan Belgia, belum lama ini
ini juga digelar pentas seni dan budaya Indonesia dengan tajuk “One Hour across Archipelago”.
Hadir dalam acara malam seni budaya tersebut Duta Besar RI untuk Kerajaan Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema, yang datang khusus dari Belgia. Dari Brussels Nadjib Riphat bersama stafnya membawa gamelan Bali lengkap dengan para penabuh dan juga para penarinya.

Pertunjukan gamelan Bali dipimpin oleh I Made Agus Wardana. Sedang KBRI Den Haag menampilkan grup tari Wayang Srikandi dengan koreografer Agustina Supardi. Pertunjukan seni budaya Indonesia tersebut mendapat sambutan hangat dan meriah dari para penonton. yat

Monday, December 24, 2007

SBY Ditunggu Di Negeri Kincir Angin

SBY Ditunggu Di Negeri Kincir Angin

KEDUTAAN Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag menggelar “Business Luncheon and Cultural Performances” yang merupakan ajang pertemuan antar pengusaha Belanda yang telah melakukan kegiatan usaha untuk mitranya di Indonesia.

Pertemuan itu, menurut laporan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya, digelar Rabu (19/12) di Crowne Plaza, Promenade, sebagai wujud apresiasi terhadap pengusaha Negeri Kincir Angin yang telah membantu meningkatkan volume perdagangan Indonesia-Belanda.

Menurut Wakepri KBRI di Belanda Djauhari Oratmangun, acara itu bertujuan untuk meningkatkan hubungan usaha di bidang turisme, perdagangan dan investasi kedua negara. Serta mempererat hubungan kerja sama antara KBRI Den Haag dengan instansi pemerintah dan para pelaku bisnis Belanda untuk meningkatkan kerja sama ekonomi kedua negara.

“Kita juga mencoba mengikat mereka lewat pertunjukan culture performance (pertunjukan kebudayaan), berupa musik, tarian dari Maluku, Jawa Barat, Dayak, Bali, sehingga keterikatan dengan Indonesia semakin erat”, ujar Djauhari dalam perbincangannya dengan Rakyat Merdeka.

Mereka yang diundang untuk makan siang dan pertemuan bisnis tersebut, di antaranya pengusaha baru, yang memulai usaha mereka di Indonesia tahun ini. Hadir pula Dirjen Kerja Sama Internasional (Director General International Corporation) Departemen Luar Negeri Belanda yang juga bekas Dubes Belanda di Indonesia (2003-2005) Ruud Treffers.

Mengenai hubungan hubungan bilateral Indonesia dan Belanda, menurut Djauhari, berjalan positif. Hal itu bisa dilihat dari kunjungan Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Bert Koenders ke Indonesia baru-baru ini. Dalam kunjungannya, Koenders yang diterima Wapres Jusuf Kalla dan beberapa menteri Indonesia, sempat berkunjung ke Bali, Kalimantan, Aceh dan Jakarta. Di Jakarta, Koenders menyampaikan keynote address pada seminar yang digelar Deplu Indonesia pada 10 Desember lalu.

“Kunjungan Bert Koenders ke Indonesia itu dinilai sangat positif dan sangat sukses karena merekatkan hubungan antara Indonesia dan Belanda,” kata Djauhari.

Ditanya apakah Presiden SBY jadi berkunjung ke Belanda, Djauhari menyatakan, diharapkan presiden akan tetap datang. Kunjungan Presiden SBY sangat penting untuk lebih memperkuat kerja sama antara dua negara, khususnya dalam konteks partnership antara Indonesia dan Belanda.

“Kami ingin kerja sama dalam tiga pilar, yaitu kerja sama politik dan keamanan, kerja sama ekonomi dan pembangunan serta kerja sama sosial budaya. Termasuk kesehatan dan pendidikan. Itu diharapkan sekali oleh Belanda untuk dilaksanakan pada semester pertama tahun 2008,” kata Djauhari.

Hal senada dilontarkan Ruud Treffers. “Saya berharap, Presiden SBY jadi berkunjung ke Belanda tahun depan. Kedatangan Presiden SBY ke Belanda adalah suatu kehormatan besar bagi kami. Kunjungan itu sangat penting sekali untuk lebih mempererat hubungan kedua negara dalam segala bidang,” kata Treffers kepada Rakyat Merdeka.

Pada kesempatan itu, Treffers juga menyatakan senang bisa diundang ke acara “Business Luncheon and Cultural Performances” yang digear KBRI di Belanda. “Pertemuan ini sangat penting untuk terus memperkuat hubungan kerja sama kedua negara dalam bidang ekonomi, politik dan kebudayaan,” kata Treffers.

“Saya pikir, ditinjau dari segi ekonomi hubungan Belanda-Indonesia berjalan baik. Memang masih terdapat ketidak-seimbangan dalam hubungan perdagangan. Yaitu, ekspor Belanda ke Indonesia dan impor Belanda dari Indonesia masih belum seimbang. Tetapi Indonesia mempunyai banyak komoditi yang bisa ditawarkan dan kita tentu saja berharap hubungan ekonomi dan perdagangan bilateral semakin maju dan saling menguntungkan kedua belah pihak” ujarnya. rm

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=52470
Rakyat Merdeka, Senin, 24 Desember 2007, 08:45:11

Sunday, December 16, 2007

"Saya Happy Kembali Jadi WNI"


“Saya Happy Kembali Jadi WNI”

Curhat Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya

SELASA (13/11) adalah hari yang sangat indah dan membuat saya sangat bahagia. Saya ditelepon Atase Imigrasi KBRI Den Haag Rudhy Chaidir, yang mengabarkan sudah ada keputusan positif dari Menteri Hukum dan HAM RI Andi Mattalatta bahwa saya mendapatkan kembali paspor RI atau kewarganegaraan Republik Indonesia (RI) alias menjadi WNI.

Saya tidak dapat menutupi kegembiraan mengetahui berita penting tentang keputusan pemerintah RI cq Menteri Hukum dan HAM mengenai status kewarganegaraan saya tersebut. Setelah bertemu Atase Imigrasi Rudhy Chaidir, dia menyerahkan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan HAM Tentang Kewarganegaraan RI atas nama Achmad Supardi (nama lengkap saya berdasarkan atas Surat Keterangan Kelahiran). Rudhy Chaidir memberikan kopi Surat Keputusan tersebut kepada saya.

Beberapa hari kemudian, saya menerima surat pemberitahuan resmi tentang Keputusan Menteri Hukum Dan HAM tersebut. Dalam surat pemberitahuan tersebut dinyatakan, bahwa Surat Keputusan Menhuk dan HAM akan diserahkan kepada saya setelah saya menyerahkan surat tanda bukti pelepasan kewarganegaraan asing (dalam hal ini paspor Belanda) dari pemerintah Belanda cq pemerintahan Kotapraja setempat atau Zaanstad, di mana kami sekeluarga berdomisili.

Dan betapa berbunga-bunganya hati saya ketika Senin (26/11), Rudhy Chaidir bersama Kepala Bagian Konsuler (Counsellor-Protkons) Rumondang Lela Harahap, disaksikan Supriyono (karyawan Urusan Imigrasi KBRI Den Haag) menyerahkan Paspor Republik Indonesia bernomor P2xxxxx atas nama Achmad Supardi.

Dengan paspor RI tersebut, saya bisa mendapatkan bukti pelepasan kewarganegaraan Belanda. Dan bersamaan dengan itu, saya bisa segera mengurus izin tinggal bagi orang asing ke kantor Dinas Imigrasi dan Naturalisasi (IND/Immigratie en Naturalisatie dienst).

Saya pribadi sungguh gembira bisa kembali menjadi WNI. Rasanya seperti pada akhir Agustus 1962, ketika saya sebagai mahasiswa yang masih muda belia (21 tahun) menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Moskow (sekarang ibu kota Republik Federasi Rusia) dengan paspor Indonesia di tangan.

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, saya telah mendapatkan kembali kewarganegaraan RI berkat adanya UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4634). Saya pribadi menilai sangat positif UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI tersebut. Paling tidak, saya melihat prosedur permintaan untuk memperoleh kewarganegaraan kembali bagi warga cukup mudah, tak berbelit-belit; tidak ada keharusan berdomisili di tanah air.

Namun sebagai salah seorang eks-Mahid (eks mahasiswa ikatan dinas, yang dikirim ke luar negeri untuk studi oleh pemerintah Presiden Soekarno cq Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan/PTIP), izinkanlah saya memberikan pendapat kritis mengenai prosedur pengembalian hak kewarganegaraan lewat UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI tersebut.

Secara keseluruhan, obyektif, UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI adalah UU yang bagus. Namun, khususnya untuk prosedur pengembalian hak kewarganegaraan RI, seyogyanya tidak dikenakan kepada terutama eks Mahid yang paspornya dicabut oleh pemerintah Orba, cq KBRI di beberapa negara. Sekaitan ini, KBRI Moskow berdasarkan Pengumuman No.Peng. 852/R/1966 tertanggal 1 Agustus 1966 telah melaksanakan pencabutan paspor sejumlah WNI, termasuk para mahasiswa yang masih studi di berbagai perguruan tinggi di Uni Soviet waktu itu.

Berdasarkan UU Kewarganegaraan RI No. 62 Tahun 1958, pencabutan paspor dan sekaligus juga kewarganegaraan eks-Mahid adalah merupakan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, dalam proses pengembalian paspor/kewarganegaraan para eks-Mahid seyogyanya ada penegasan dari Pemerintah RI sekarang ini tentang pelanggatan HAM tersebut.

Jika pemerintah RI sekarang menggunakan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI , khususnya mengenai prosedur pengembalian hak kewarganegaraan RI untuk menerima kembali eks-Mahid yang dicabut paspornya, maka hal itu sama sekali tidak adil dan tidak wajar. Kenapa? Menganggap bahwa eks-Mahid telah lalai dalam melapor ke KBRI setempat melebihi lima tahun (seperti yang ditetapkan UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI yang berlaku) adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Karena, pertama, eks-Mahid bukan kehilangan kewarganegaraannya karena tidak melapor ke KBRI setempat lebih dari lima tahun, melainkan paspor mereka dicabut oleh KBRI beberapa negara, antara lain sejumlah eks-Mahid yang studi di Uni Soviet dulu itu pada 1 Agustus tahun 1966 dicabut paspornya oleh KBRI-Moskow. Kedua, bagaimana mereka dituduh lalai melapor, padahal paspor mereka dicabut dan mereka dibiarkan terlunta-lunta dan telantar karena menjadi orang tanpa warganegara alias stateless.

Saya berpendapat, hanya dengan memiliki paspor dan berarti memiliki kewarganegaraan Indonesia, saya bisa melakukan berbagai kegiatan (termasuk kegiatan politik), yang sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara/bangsa Indonesia. rm

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=51964
Rakyat Merdeka, Minggu, 16 Desember 2007, 05:12:05

Saturday, December 15, 2007

Yang Menarik, Banyak Gubernur Terpilih Menjadi Presiden

Yang Menarik, Banyak Gubernur Terpilih Menjadi Presiden

Berbincang Dengan Fadel Muhammad

Dalam Rapat Pimpinan Nasional Golkar, muncul 10 nama calon presiden dari partai berlambang pohon beringin. Salah satunya Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. Berikut perbincangan koresponden Rakyat Merdeka, Supardi Adiwidjaya dengan Fadel di KBRI, Den Haag, Belanda pada Kamis (6/12).

ANDA ingin ikut bertarung dalam ajang pemilihan presiden 2009?
Koran Anda memberitakan 10 calon presiden dari Golkar, termasuk nama saya. Saya berterimakasih dan bersyukur. Soal ikut pemilihan presiden atau tidak, kita lihat saja perkembangannya nanti.

Kok, Anda kelihatan kurang percaya diri?
Mengabdi kepada rakyat itu, tak harus menjadi presiden atau wakil presiden. Dimana pun juga bisa mengabdi bagi bangsa ini. Jadi, saya siap saja untuk mengabdi dalam bentuk apa pun bagi rakyat.

Anda sudah punya konsep jika terpilih menjadi presiden?
Yang pertama, siapapun jadi presiden, harus berani mereformasi birokrasi. Seperti yang saya bikin di Gorontalo. Untuk perbaikan nasib birokrat, diberikan insentif kepada mereka. Kemudian pengaturan tata tertib, artinya semua prosedur pengurusan, harus kita perpendek. Kita bikin insentif bagi siapa yang punya karya terbaik. Jadi, reformasi birokrasi pemerintahan daerah ataupun tingkat nasional, merupakan suatu keharusan.

Yang kedua, mengembangkan ekonomi rakyat. Apa yang dibuat adalah pertanian, perikanan dan peternakan. Ini harus menjadi satu dalam usaha kecil dan menengah. Dan ini harus dibantu secara besar-besaran, sehingga dalam dua tahun akan terlihat pendapatan rakyat meningkat, daya beli masyarakat makin tinggi. Dengan begitu, mereka bisa menikmati pendidikan dengan baik. Kesehatan pun meningkat.

Anda menerapkan dua langkah itu di Gorontalo, bagaimana kalau di tingkat nasional?
Ya, kita sesuaikan dengan daerah masing-masing. Kita harus tahu, mana yang diutamakan untuk menjadi penghela, misalnya jagung dan ternak di Gorontalo. Nanti kita pilih lagi, misalnya apa yang bisa diandalkan di Jawa Barat, Sumatera Utara, dan seterusnya. Ke arah sana kita dorong, sehingga masing-masing daerah punya branding untuk dikembangkan.

Bagaimana pembangunan ekonomi Indonesia menurut kacamata Anda?
Saya kira, perekonomian Indonesia harus kembali kepada dasar, yakni pertanian, perikanan dan peternakan. Tiga dasar ini harus menjadi penghela ekonomi di Indonesia. Sekarang ini terkesan, politik menjadi perhatian besar. Nah, ketiga hal yang saya sebutkan itu, harus disimulasi dalam bentuk usaha-usaha kecil. Pada saatnya, usaha-usaha itu bisa menjadi penghela pembangunan ekonomi Indonesia.

Saya pikir, berkaitan dengan UUD 45 pasal 33, maka kita harus beri kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk mengembangkan ekonomi. Caranya, berikan prioritas kepada mereka. Berikan apa yang disebut limited government intervention, artinya intervensi pemerintah yang terbatas. Jadi, kita atur intervensi pemerintah agar rakyat betul-betul diberi kesempatan. Kalau Indonesia ingin ekonominya maju, kebijakan ini harus dilaksanakan.


Beralih mengenai kunjungan Anda ke Lisabon (Portugal) dan Den Haag. Tolong diceritakan.

Saya diundang UNDP (United Nation Development Program) bersama-sama forum gubernur sedunia untuk membicarakan pengelolaan pemerintahan daerah. Kami diminta menjelaskan kerja praktis yang kami laksanakan di Gorontalo. Pada Mei 2008, ada pertemuan lanjutan di Maroko.

Apa yang Anda garisbawahi dari forum gubernur sedunia itu?
Yang menarik, banyak gubernur terpilih menjadi presiden, di Amerika Latin, di mana-mana. Bagi mereka, para gubernur itu bagian-bagian kecil yang bisa ke pemerintah nasional. Makanya UNDP memberikan perhatian yang besar. Saya kebetulan ikut di dalamnya, berdiskusi dengan mereka.

Kemudian dalam perjalanan pulang, saya meninjau Leonardo da Vinci Scholarship. Jika saya perhatikan, Leonardo da Vinci Scholarship mirip dengan apa yang saya bikin di Gorontalo, yaitu pendidikan berbasis kawasan. Jadi, disamping pendidikan biasa, juga diberikan pendidikan intrepreneur. Pendidikan dimana orang bisa menjadi pengusaha. Saya suka sekali, pendidikan inilah yang saya bikin di Gorontalo.

Apa kelemahan pendidikan kita?
Kelemahan pendidikan kita di Indonesia, tidak punya wawasan kewirausahaan, sehingga jika orang tamat sekolah harus berfikir, mau kerja di mana, mau melamar di mana. Seharusnya, dia punya wawasan, ada kesempatan apa di masyarakat. Pola pikir seperti ini memunculkan pengusaha-pengusaha hebat. Mereka menciptakan peluang kerja bagi banyak orang. Nah, ini yang kita ingin kembangkan.

Adapun kunjungan ke Belanda, untuk melihat pendidikan kejuruan yang punya wawasan intrepreneur seperti Leonardo da Vinci scholarship, dan mengurus bantuan pemerintah Belanda untuk program air minum dan pendidikan di Gorontalo. Dari Belanda, saya langsung ke Indonesia karena pada hari Minggu (10/12) ada tamu, Menteri Pertanian Malaysia ke Gorontalo. Kunjungan Menteri Pertanian Malaysia dan rombongannya untuk bikin perkebunan jagung dan peternakan sapi di Gorontalo.

Apakah Anda melihat Indonesia kini jauh tertinggal, termasuk di bidang pertanian dan peternakan?
Dalam pertemuan di Lisabon banyak dibahas mengenai globalisasi ke arah teritorial daerah. Saya sependapat, globalisasi sebuah kesempatan yang besar. Jadi, kita melihatnya sebagai sebuah kesempatan. Kita harus membenahi diri agar bisa kompetitif. Jangan iri.

Sekarang banyak diantara kita di Indonesia, ketika era global ini, kita iri. Kok Malaysia lebih maju dari kita. Kok sekarang Vietnam sudah meninggalkan Indonesia. Mestinya bukan begitu. Mestinya, kita membenahi diri, berkompetisi dengan mereka. Kompetisi, baik di tingkat daerah maupun nasional, harus kita benahi. Kalau tidak, kita akan tetap tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. rm

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=51556
(Rakyat Merdeka, Selasa, 11 Desember 2007, 00:38:36)

Wednesday, November 28, 2007

KRI Hasanuddin-366 On The Way Ke Indonesia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50779
Rakyat Merdeka, Kamis, 29 November 2007, 04:01:29

KRI Hasanuddin-366 On The Way Ke Indonesia

PANGLIMA TNI Marsekal Djoko Suyanto terbang ke Belanda Sabtu (24/11) untuk menghadiri acara serah terima dan persiapan untuk berlayar (delivery and commissioning) kapal korvet Sigma-2 yang diberi nama KRI Hasanuddin-366. Pada hari yang sama, juga digelar upacara pemberian nama (shipnaming ceremony) untuk kapal korvet ke-3 yang dipesan oleh pemerintah RI, yakni KRI Sultan Iskandar Muda-367.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, acara serah terima kapal korvet itu, digelar di galangan kapal angkatan laut Royal Schelde (SNS - Schelde Naval Shipbuilding), kota Vlissingen.

Pada kesempatan itu, hadir Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belanda Junus Effendi Habibie, Direktur Umum Schelde Naval Schipbuilding Hein van Ameijden, Rob L. Zuiderwijk (Commander of the Royal Netherlands Navy), bekas Menlu Belanda Dr Bernard Bot dan anggota parlemen dari VVD (Volkspartij voor Vrijheid en Democratie/Partai Rakyat untuk Kemerdekaan dan Demokrasi) Hans van Baalen.

Kepada Rakyat Merdeka, Djoko Suyanto mengatakan, sebagai Panglima TNI, dia sangat senang program pembangunan kekuatan laut itu tidak berhenti, meskipun pemerintah Indonesia tidak leluasa untuk memberikan anggaran pembangunan kekuatan TNI.

“Program pembangunan kekuatan TNI itu sudah dirancang pada prioritas-prioritas. Dan inilah salah satu program pembangunan kekuatan yang melalui tahapan prioritas-prioritas itu. Saya berharap, ke depan pembangunan kekuatan TNI berkembang terus. Meskipun dalam keterbatasan yang ada, pasti kita tidak melupakan program pembangunan kekuatan TNI itu,” papar Djoko yang sebentar lagi akan pensiun itu.

KRI Hasanuddin-366 dibuat galangan kapal Schelde Navel Shipbuilding dan Royal Schelde bertindak sebagai kontraktur utama. KRI Hasanuddin-366 kini sedang on the way (dalam perjalanan) ke Indonesia dan diharapkan tiba di tanah air pada Januari mendatang. Sementara kapal korvet Sigma-3 yang diberi nama KRI Sultan Iskandar Muda, akan diserahkan tahun 2008 dan kapal korvet Sigma-4 akan diserahkan tahun 2009.

“Saya bersyukur bahwa kegiatan itu telah dilaksanakan tepat waktu, berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dan terutama sesuai requirement (syarat) yang diperlukan oleh angkatan laut. Itu yang paling penting. Kita masih menunggu kedatangan kapal-kapal lain yang kita pesan, yaitu kapal korvet Sigma yang ke-3 dan kapal yang ke-4,” jelas Djoko.

Menurut Djoko, TNI tidak berhenti pada empat kapal korvet Sigma itu saja. Kalau PT PAL bisa dibangkitkan kembali, mungkin kapal-kapal korvet jenis Sigma ke-5, ke-6, ke-7 dan ke-8, bisa saja dibuat di dalam negeri. “TNI akan berupaya untuk mengembangkan pembuatan kapal di dalam negeri sebatas kemampuan kita,” katanya.

Untuk menghindari ketergantungan dari negara tertentu, tambahnya, RI akan membuka jaringan kerja sama dengan berbagai negara. Diakui Panglima TNI, memang banyak kapal perang yang hebat, misalnya dari Amerika Serikat dan Rusia. Tetapi harus disesuaikan dengan, pertama, requirement untuk kebutuhan angkatan laut RI. Kedua, teknologi bisa sama saja baik.

“Jadi kalau alusista TNI kita tidak bisa menilai itu murah atau mahal, tetapi yang pas dengan kebutuhan kita, yang cocok dengan geografis wilayah kita. Mungkin harganya mahal, tetapi itulah yang kita perlukan. Meski kapalnya murah tapi tidak cocok dengan apa yang kita butuhkan, ya kita tidak perlukan,” cetusnya. rm

Thursday, November 22, 2007

Vonis Bebas Adelin Lis Menyentak Keadilan Publik

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50099
Rakyat Merdeka, Selasa, 20 November 2007, 06:51:07

Vonis Bebas Adelin Lis Menyentak Keadilan Publik

Ketua MPR Hidayat Nurwahid Seputar Penanganan Korupsi

Kemarin, kami menampilkan perbincangan dengan Ketua MPR Hidayat Nurwahid seputar calon presiden dari kalangan muda.
Hari ini, kami menghadirkan kembali wawancara dengan Hidayat usai sosialisasi perubahan UUD 45 di Wisma Duta KBRI (Wassenar), Den Haag, Belanda. Tapi, kali ini tentang penanganan korupsi oleh pemerintahan SBY-JK.

Berikut obrolan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda, A Supardi Adiwidjaya dengan bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

INDONESIA dikenal sebagai salah satu negara terkorup. Pemerintahan SBY-JK sudah bekerja maksimal memberantas korupsi?
Ya, memang Indonesia masih berada dalam ranking yang buruk untuk urusan korupsi. Tetapi tidak bisa dipungkiri, ada upaya yang terus dilakukan untuk memberantas korupsi. Hal itu terlihat dari adanya lembaga KPK, ada lembaga-lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan, seperti Badan Kehormatan DPR, ada rakyat yang bebas untuk melaporkan korupsi.

Saya ingin mengatakan, kita mengapresiasi kerja keras untuk memberantas korupsi. Dan memang baru kali ini ada gubernur yang bisa ditahan, ada kapolda yang bisa diturunkan, ada orang KPK yang juga bisa ditangkap atau bisa ditahan karena ada tuduhan memeras.

Anda sudah puas?
Memang masalah korupsi ini begitu luar biasa. Tiba-tiba kita dikagetkan ketika ada semangat besar untuk memberantas atau mengatasi illegal logging, kemudian Adelin Lis divonis bebas. Hal ini adalah sesuatu yang menyentak keadilan publik.

Memang ada prestasi dalam memberantas illegal logging, tetapi kita belum puas. Dalam pemberantasan korupsi juga kita belum puas. Oleh karena itu, mari kita dorong terus menerus, sambil dikritisi. Jangan kemudian terlena oleh beberapa hasil dalam memberantas korupsi ini. Karena memang kasus korupsi itu terlalu banyak.

Bagaimana bila kita bandingkan pemberantasan korupsi di Indonesia dengan negara lain?
Saya yakin, kalau kita merujuk pada negara-negara manapun yang sekarang dianggap sukses dalam pemberantasan korupsi, mereka pun perlu waktu. Cina misalnya, dianggap negara yang sukses memberantas korupsi. Kemudian Hong Kong, Singapura, dianggap bersih dalam soal korupsi. Mereka juga perlu waktu.

Saya tidak ingin para pejabat negara yang melakukan pemberantasan korupsi jadi putus asa, karena merasa tidak diapresiasi. Saya ingin mengatakan, saya apresiasi kerja keras mereka dalam pemberantasan korupsi. Tapi jangan lekas puas, karena PR dalam pemberantasan korupsi masih terlalu luas.

Apa saran Anda agar korupsi di Indonesia bisa dikikis habis?
Saran saya, presiden lebih berani. Kalau perlu, memberikan prinsip reward-punishment (penghargaan dan hukuman). Bagi penyelenggara negara, penegak hukum yang dinilai berhasil memberantas korupsi dikasih reward. Tapi kalau ada penegak hukum yang kemudian terbukti malah menumbuhkan korupsi, ya harus dicopot. Saya kira dengan cara itu pejabat negara pun semakin berhati-hati, semakin bekerja keras untuk memberantas korupsi. Dengan begitu, rakyat pun makin percaya, karena ada upaya serius dari pemerintah.

Tiga tahun kepemimpinan SBY-JK, sudah bagus belum?
Itu di luar proporsi saya, karena yang seharusnya menilai itu DPR. Kalau MPR tidak di situ menilainya.

Anda menangkap kesan SBY-JK tidak kompak karena keduanya berambisi menjadi Presiden pada pemilu 2009?
Saya melihat ini bukan masalah kompak atau tidak kompak. Tetapi, mereka mempunyai gaya yang berbeda. Style yang berbeda itu sebetulnya bisa dipadukan. Pak JK ini orang Sulawesi yang terkenal dengan kelincahannya, spontanitasnya dan juga business feeling-nya luar biasa, bisa melakukan keputusan yang cepat. Tetapi Pak SBY orang Jawa, orang militer, yang terbiasa semuanya serba dipikirkan dengan mendalam, seolah-olah lebih lambat. Tetapi menurut saya, mereka perpaduan yang bisa harmonis.

Saya berharap, beliau berdua jangan melakukan sesuatu yang membuka peluang orang untuk mengipas-ngipas, bahwa seolah-olah beliau berdua tidak kompak. Dan kemudian isu tidak kompak itu menjadi besar, dan malah membuat beliau berdua jadi tidak kompak. Saya berharap beliau berdua bisa berkoordinasi dengan baik, sehingga menutup celah-celah bagi orang untuk mengipas-ngipas agar mereka berdua berseteru, berpisah dan akhirnya bisa merugikan Indonesia. rm

Hidayat Nurwahid: Buktikan Anda Layak Jadi Presiden!

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50045
Rakyat Merdeka, Senin, 19 November 2007, 01:31:31

Hidayat Nurwahid: Buktikan Anda Layak Jadi Presiden!

Kedutaan besar RI di Belanda menggelar sosialisasi perubahan UUD 45 baru-baru ini. Acara yang digelar di Wisma Duta KBRI, Den Haag ini menghadirkan Ketua MPR Hidayat Nurwahid.

Di sela-sela acara yang dibuka Dubes RI untuk Belanda, Junus Effendi Habibie, Hidayat berbincang dengan koresponden Rakyat Merdeka, A. Supardi Adiwidjaya tentang bursa capres yang semakin ramai.

PKS akan tetap menyokong duet SBY-JK hingga 2009?
Secara prinsip, sampai hari ini PKS masih tetap mendukung. Saya berharap mereka berdua sukses sampai 2009.

Bursa capres pemilu 2009 sudah ramai. Sutiyoso dan Megawati sudah resmi ingin maju. Nama Anda juga disebut-sebut pantas maju...
Pertama, saya menyambut baik hadirnya calon-calon presiden, Ibu Megawati, Pak Sutiyoso. Saya selalu mengapresiasi mereka. Makanya, kalau ada yang mengatakan saya seolah-olah menilai mereka hanya membuat kegaduhan, itu tidak benar. Saya berharap, kehadiran mereka sebagai capres bisa mendinamisasi kegiatan berdemokrasi di Indonesia, yang mendorong presiden untuk bekerja lebih fokus, yang ternyata ada pesaing-pesaing baru.

Kalau presiden bekerja lebih fokus, wapres bekerja lebih fokus, mereka berdua akan mencapai sukses. Jika mereka berdua sukses, maka rakyat Indonesia yang akan diuntungkan. Kalau mereka berdua sukses, kemudian mencalonkan diri lagi, wajar jika mereka bisa dipilih kembali. Tetapi jika mereka tidak dipilih kembali, karena ada calon-calon yang lebih baik, tentu rakyat akan mengingat mereka dengan ingatan-ingatan yang serba positif.

Anda sendiri mau maju ke Pilpres 2009?
Saya selalu mengatakan, saya sudah dua kali jadi mantan presiden (Presiden PKS). Jadi, silakanlah bagi rekan-rekan yang ingin maju. Tahun 2009 sesungguhnya, menurut saya, masih membuka peluang yang sangat banyak agar kita semua maksimal memberikan pelayanan bagi rakyat. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi pada Pemilu 2009.

Wacana agar Indonesia dipimpin generasi muda mencuat karena posisi presiden selalu dikuasai politisi tua...
Menurut saya, itu bukan ide yang baru. Karena kita tahu, dulu Bung Karno ketika jadi presiden umurnya baru 44 tahun. Soeharto juga berumur kurang lebih 46 tahun ketika jadi presiden. Menurut saya, rekan-rekan muda itu mestinya jangan hanya menuntut, jangan hanya meneriakkan ide yang seolah-olah baru.

Justru menurut saya, mereka terlambat untuk menyuarakan itu. Dalam artian, yang mereka suarakan agar anak muda itu jadi presiden, bukan sekadar tuntutan. Apalagi sekadar menghujat dan menggugat. Yang penting, undang-undang dasar maupun undang-undang tidak pernah mensyaratkan calon presiden itu umurnya harus di atas 40 tahun. Atau capres yang umurnya di bawah 40 tahun itu tidak boleh, syarat-syarat demikian itu tidak ada.

Jadi, yang bagaimana dong yang layak maju?
Yang diperlukan sekarang ini bukan hanya teriakan dan tuntutan, tetapi hadirkan bahwa anda memang punya kualitas untuk maju jadi presiden. Tentu yang mengukur kualitas anda bukan anda sendiri. Yang mengukur kualitas anda mungkin organisasi anda, mungkin lingkungan anda, teman-teman anda, masyarakat umum.

Tampillah ke depan. Jangan hanya menghujat, jangan hanya menuntut. Buktikan anda layak menjadi presiden! Tunjukkan bagaimana anda menjadi pimpinan organisasi dan pimpinan profesional. Bagaimana anda dipercaya rakyat. Kalau anda hari ini berteriak, dan hari ini minta dipercaya, siapa yang akan mempercayai anda. Track record anda menentukan, anda dipercaya atau tidak. rm

Investor Belanda Keluhkan Akses Transportasi Indonesia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50016
Rakyat Merdeka, Minggu, 18 November 2007, 06:00:47

Investor Belanda Keluhkan Akses Transportasi Indonesia

Belanda, myRMnews. Hubungan dagang Indonesia dan Belanda masih menyimpan persoalan. Yaitu, di antaranya masalah standar kualitas produk Indonesia, akses pasar dan kegiatan ekonomi. Selain itu, para investor Negeri Kincir Angin juga mengalami kendala dalam berbisnis dengan Indonesia.

Demikian diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu di sela-sela pertemuan bisnis (Indonesia Business Forum) dengan sekitar 60 pengusaha Belanda di World Trade Centre (WTC), Rotterdam yang digelar 13-15 November lalu. “Rata-rata berkaitan dengan nilai dari suplai dan konsekuensi dari kualitas serta akses transportasi. Ini yang banyak dikeluhkan investor Belanda di pasar Indonesia,” beber Mari yang memboyong pengusaha anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, kendati begitu, Mari mengungkapkan, peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Belanda dan negara-negara di Eropa masih sangat tinggi. Sebab, masyarakat Belanda sangat mengenal Indonesia.

“Jadi promosinya tidak terlalu sulit dilakukan. Dan mungkin kita harus terus menggalakkannya saja dengan benar mengirim barang-barang yang berkualitas tinggi yang mereka butuhkan,” ujarnya.

Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan Menteri Ekonomi Kerajaan Belanda Maria J.A. van der Hoeven membuka pertemuan periodik mixed commission (Komisi Gabungan) Belanda-Indonesia yang ke-19. Pembahasan tentang masalah-masalah perdagangan dan investasi, manajemen air, soal energi (termasuk biofuls), pertanian, ekoturisme antara kedua negara tersebut, dipimpin Dirjen Hubungan Ekonomi Luar Negeri dari Kementerian Ekonomi Belanda Roderick van Schreven serta Dirjen Hubungan Eropa dan Amerika Deplu RI Eddi Hariyadhi. Turut hadir Dubes RI untuk Belanda Junus Effendi Habibie.

Belanda, menurut Mari, adalah trading partner (mitra dagang) Indonesia yang utama untuk pasar Uni Eropa. Dulu, Belanda merupakan pintu masuk untuk pasar Eropa. Neraca perdagangan Indonesia-Belanda saat ini juga surplus. Tahun 2006, nilai ekspor Indonesia ke Belanda berjumlah 2,1 miliar dolar AS, sementara impor Belanda ke Indonesia sekitar 1 miliar dolar AS.

“Makanya produk-produk Indonesia harus memenuhi standar dan persyaratan Uni Eropa. Nah di sini kita bisa meminta bantuan kepada Belanda untuk memenuhi standar dan syarat untuk berbagai produk Indonesia.

Dan dalam hubungan inilah, kita menandatangani kerja sama antara CBI (Center for Promotion of Import from Development Countries) dan BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional),” paparnya.

Menurut Mendag, CBI adalah suatu organisasi di Belanda yang membantu masuknya produk-produk dari Indonesia ke Belanda dan negara-negara Uni Eropa lainnya. Saat ini Departemen Perdagangan sedang mempelajari produk-produk apa saja yang paling utama dan berpangsa pasar besar di Belanda. Mari menjelaskan, sebanyak 40 persen kelapa sawit di Belanda itu datangnya dari Indonesia, produk kayu sekitar 20-30 persen dan juga produk-produk lain seperti handy-craft, furniture dan sebagainya.

“Nah ini yang harus kita tingkatkan, antara lain dengan promosi. Kita juga berencana membuat International Trade Promotion Centre di Rotterdam, mengikuti pameran-pameran di Belanda,” urainya.

Mari pun menjelaskan apa saja yang sudah dicapai oleh pemerintah Indonesia dalam memperbaiki iklim investasi. Mengenai peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Belanda dan negara-negara di Eropa lainnya, kata Mari, sangat tinggi. Sebab, masyarakat Belanda sangat mengenal Indonesia, jadi promosi tidak terlalu sulit dilakukan. “Dan mungkin kita harus terus menggalakkannya saja dengan benar mengirim barang-barang yang berkualitas tinggi yang mereka butuhkan,” tegas Mari. rm

Musik Gamelan Dan Tarian Tradisional Goyang Belgia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50021
Rakyat Merdeka, Minggu, 18 November 2007, 08:26:26

Musik Gamelan Dan Tarian Tradisional Goyang Belgia

Di Tengah Bopengnya Wajah Ekonomi & Politik Indonesia

DI hari yang cerah, Sabtu (3/11/) lalu di kota Brussels, Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Kerajaan Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema, membuka acara “Konser Musik Gamelan dan Tari-tarian, Kembang Nusantara: Indonesia Dalam 10 Hari” yang digelar pada 30 Oktober hingga 8 November lalu di Gedung Museum Alat-Alat Musik (MIM/Musical Instruments Museum). Acara ini merupakan kerja sama antara KBRI di Brussels dengan MIM.

Dalam pidato pembukaannya, Dubes Nadjib Riphat Kesoema menyambut baik kerja sama masyarakat Indonesia dan Belgia dalam mempromosikan Indonesia melalui pagelaran seni dan budaya berupa konser gamelan dan tarian tradisional Bali, Sunda, Jawa dan Sumatera Barat. Ruangan berkapaitas 250 tempat duduk itu, penuh sesak dengan penonton dari masyarakat Belgia.

Juga tampak hadir dalam acara pertunjukan seni budaya Indonesia itu beberapa dubes negara-negara sahabat, seperti Dubes Thailand, Srilanka dan beberapa staf Kedubes Brunei, Jepang, Bangladesh dan yang lainnya.

Pertunjukan gamelan Bali, yang dipimpin oleh I Made Agus Wardana itu, mendapat sambutan yang meriah dari para penonton. Permainan gendang dan suling yang dipertunjukkan I Made Agus Wardana juga berhasil memukau dan mendapat sambutan tempuk tangan yang gemuruh dari para penonton.

Begitu acara pertunjukan seni budaya selesai, puluhan penonton langsung berdatangan menuju podium untuk berkenalan langsung dengan para pemain gamelan. Beberapa penonton bule asal Belgia, bahkan ada yang minta ditunjukkan bagaimana caranya menabuh gamelan.

“Bentuk pagelaran musik gamelan berikut sajian tari-tarian sebagai komplementasi musik gamelan ini merupakan kegiatan yang diminati masyarakat Eropa, khususnya di Brussels,” ujar Kepala Bidang Penerangan, Sosial dan Budaya) KBRI di Belgia PLE Priatna ketika bincang-bincang dengan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya usai acara konser itu.

Menurutnya, kita ini menghadapi sebuah publik negara maju dan kita harus terus meperkenalkan wilayah kita dan budaya Indonesia kepada mereka. Bentuknya macam-macam, bisa wajah politik, wajah ekonomi, wajah budaya lewat pertunjukan musik gamelan seperti ini.

Priatna menyatakan, salah satu pasar budaya yang kita miliki sangat luas. Yang bisa diterima oleh masyarakat di sini secara lebih baik adalah mungkin menggunakan medium budaya.

“Diplomasi budaya itu kita gunakan sebagai sarana utama untuk terus memperkenalkan ini lho Indonesia, ini yang dipunyai Indonesia. Ini sebagian kecil keindahannya yang pantas anda lihat. Ini sebuah wajah yang kita yang jujur dengan publik ini, bahwa kita memiliki tempat, budaya, kekayaan musik, kekayaan bunyi-bunyian, kekayaan instrumen, kekayaan lukisan yang sangat potensial untuk dikedepankan kepada publik Belgia,” paparnya.

“Kita tawarkan itu supaya publik di sini melihat ada sesuatu yang... oh ya, tidak hanya hal-hal buruk saja yang kelihatan tentang Indonesia. Tetapi kita tetap masih ada sebuah keseimbangan, ada sesuatu yang indah, ada sesuatu yang membuat orang berbahagia, ada sesuatu yang membuat perasaan orang itu menjadi ingin ke Indonesia. Nah itu kan harus dilakukan oleh banyak orang,” ujar Priatna.

Menurut Priatna, kita tidak bisa melakukan semua hanya untuk semata-mata ini ekonomi Indonesia, ini politik Indonesia. Tidak bisa tanpa jembatan, tanpa budaya. “Kita sulit masuk ke dalam khazanah yang substansial semacam itu. Karena wajah kita itu, jujur saja, terlalu banyak bopengnya di bidang ekonomi, banyak bopengnya di bidang politik.”

“Nah, dengan medium budaya wajah asli kita ini, masih kelihatan wajah asli kita, wajah sebuah tampilan kejujuran yang ingin kita ketengahkan kepada publik, inilah yang kita miliki, inilah kekayaan budaya Indonesia,” kata Priatna.

Dengan kekayaan budaya ini, lanjut Priatna, anda pantas melihatnya dan anda pantas bekerja sama dengan negara ini. Intinya itu. Jadi kalau dari festival budaya yang digelar KBRI di MIM ini, kita sebetulnya ingin membuat pasar budaya. “Target yang ingin kita capai sebagai sasaran kita itu dari anak sekolah dasar sampai orang tua. Tampaknya apa yang kita lakukan ini berhasil,” ujar Priatna. rm

Jumlah Turis Belgia Meningkat Dubes RI Di Brussels Happy

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=49520
Rakyat Merdeka, Minggu, 11 November 2007, 03:22:26

Jumlah Turis Belgia Meningkat Dubes RI Di Brussels Happy

Bali Jadi Tempat Liburan Favorit Keluarga Kerajaan Belgia

SIAPA yang menyangka jika gerakan anti Islam mengguncang negeri kecil Belgia.

Belum lama ini, di Brussels, ibukota Belgia, terjadi aksi demo anti Islam yang dilakukan warga dari Uni Eropa (UE) seperti Inggris, Belanda, Jerman dan Belgia sendiri, yang antara lain menentang didirikannya masjid.

Dalam aksi massa yang intinya adalah menentang Islamisme di Eropa itu, telah terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dan peserta demo. Polisi Belgia menangkap sjumlah orang, termasuk dua pemimpin kelompok kanan dari Partai Vlaams Belang (mendahulukan kepentingan bangsa Vlaam, Belgia-Red).

“Sampai saat ini, apa yang disebut islamofobia di negara-negara UE tersebut, tampaknya tidak mereda dan bahkan terus berlanjut,” ujar Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema kepada koreponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya yang berkunjung ke Brussels, Belgia, akhir pekan lalu.

Sekitar dua bulan lalu, di Brussels, markas Uni Eropa yang masyarakatnya terkenal sangat toleran terhadap Islam itu, ternoda oleh gerakan yang menentang Islamisme di Eropa.

Dubes Nadjib mengakui, saat itu memang terjadi gelombang demonstrasi yang menentang Islamisme di Belgia. “Tetapi saat itu Walikota Brussels melarang demonstrasi itu. Bahkan banyak sekali warga Brussels yang menentang demonstrasi anti Islamisme tersebut. Jadi ya memang kontroversi selalu terjadi, ada yang pro, ada yang kontra terhadap sesuatu. Tetapi waktu itu jelas pemerintah Belgia melarang demonstrasi yang menentang Islamisme,” papar Nadjib.

Alasannya, lanjut Nadjib, menurut mereka Islam adalah salah satu agama resmi di Belgia. “Jadi Islam bukan agama yang terlarang di Belgia dan memang Islam berkembang seperti sekarang juga. Saya rasa, iklimnya juga memang kondusif untuk Islam berkembang,” katanya.

Dia menjelaskan, di Brussels, kelompok dari Islamic Centre yang letaknya dekat dengan Istana Kerajaan Belgia, sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan untuk mempromosikan kerja sama, toleransi dan sebagainya. Selama bulan Ramadhan yang baru lalu misalnya, mereka menggelar open house setiap malam untuk memberikan kesempatan kepada para tamu atau orang-orang Islam berbuka puasa di situ.

Ditanya apakah Belgia mengenal cukup baik tentang Indonesia, yang sebagian besar penduduknya adalah umat Islam, Dubes Nadjib menjawab,”iya.” Buktinya, kata Nadjib, saat Kedubes RI di Belgia setiap tanggal 17 Agustus menggelar Indonesian Festival dan Indonesian Bazar, selalu dihadiri setidaknya oleh 900 masyarakat Belgia.

“Jadi saya yakin bahwa mereka sebetulnya mengenal sekali Indonesia. Permintaan visa juga terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia tetap menjadi salah satu tujuan wisata warga Belgia,” jelasnya.

Dia juga menyatakan, hubungan diplomatik, politik, ekonomi dan budaya antara Indonesia dan Belgia saat ini berjalan sangat baik. Dubes Nadjib lalu menunjuk volume perdagangan Indonesia-Belgia yang cukup tinggi, mencapai 1,2 hingga 1,3 milar euro per tahun dan nilainya terus meningkat. “Saya pikir ini suatu gerakan yang cukup baiklah dari mereka untuk terus meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara,” kata Nadjib.

Mengenai nilai investasi perusahaan-perusahaan Belgia di Indonesia, diakui Dubes Nadjib memang masih kurang. Namun, pada tahun-tahun belakangan ini, nilai investasi Belgia menunjukkan kecenderungan meningkat. Puncaknya tahun 2005 dengan enam proyek investasi bernilai 16,4 juta dolar AS. Pada tahun 2005 tersebut, Belgia menduduki peringkat ke-16 investor terbesar di Indonesia. Sedangkan pada periode Januari-Juni 2006, investasi Belgia di Indonesia baru mencapai 1,1 juta dolar AS.

Dia juga menyatakan, jumlah turis Belgia yang berkunjung ke Indonesia cukup banyak. Sampai tahun 2006, warga Belgia yang berkunjung ke Indonesia tercatat sekitar 24 ribu-25 ribu orang.

“Mereka berkunjung ke Bali, ke Jawa dan juga ke Sumatera. Malah tiga bulan lalu, seperti kita ketahui Putri Astrid bersama rombongan dari Kerajaan Belgia, berkunjung ke Bali dan ke Ujung Pandang naik pesawat Garuda Indonesia untuk berlibur. Sambutan penduduk setempat yang dikunjungi Putri Astrid bersama rombongan sangat baik sekali,” beber Nadjib bangga.

Apa yang dilakukan KBRI untuk menarik investor dan wisatawan Belgia? “Saya katakan kepada teman-teman, kita harus melakukan sesuatu. Untuk meningkatkan hubungan dengan masyarakat di sini, kita harus memberikan satu warna. Dan warna itu adalah warna budaya. Warna budaya itu yang paling diminati oleh semua orang. Karena semua orang di manca negara akan lebih mudah untuk mendalami bangsa kita melalui budaya kita,” jelas Dubes Nadjib.

Khusus untuk menarik investor Belgia agar menanamkan modalnya di Indonesia, pihak KBRI melakukan jemput bola. Dalam waktu dekat ini, lanjut Nadjib, satu delegasi industri strategis dari Belgia akan datang ke Indonesia untuk meningkatkan kerja sama.

“Jadi kita melakukan berbagai kegiatan, misalnya saya sendiri sudah mendatangi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dari provinsi-provinsi di Belgia dan berbicara dengan mereka. Bersama Atase Perdagangan dan Kepala Bidang Ekonomi, saya juga mendatangi berbagai tempat di Belgia untuk lebih mengenal dan mencari para investor atau calon investor, merangsang dan menunjukkan kepada mereka mengenai aturan-aturan baru yang kita berikan,” ungkapnya. rm

“Rakyat Papua Miskin Di Atas Kekayaannya Sendiri”

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=48998
Rakyat Merdeka, Minggu, 04 November 2007, 01:34:39

“Rakyat Papua Miskin Di Atas Kekayaannya Sendiri”

Gubernur Barnabas Suebu Curhat Di Belanda

Di hari yang cerah, Sabtu (27/10) yang lalu, suasana di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag, Belanda, lebih meriah dari biasanya. Maklum, hari itu digelar acara “Dialog Untuk Pembangunan Papua” dengan nara sumber Gubernur Papua Barnabas Suebu. Pertemuan itu dibuka oleh Dubes Junus Effendi Habibie.

SEBELUM tiba di Negeri “Kincir Angin”, Gubernur Suebu bercerita bahwa dia dan rombongan berada di London, Inggris, selama dua hari. Di ibu kota Kerajaan Inggris itu, Barnabas menerima penghargaan “Heroes of Environment”, yang diberikan oleh majalah Time.

Menurut Barnabas, di KBRI London rombongannya juga bertemu dengan masyarakat Indonesia. “Kami juga bertemu dengan menteri luar negeri dan menteri-menteri di kabinet Inggris yang sekarang dan pihak oposisi. Kami berdiskusi secara terbuka dengan mereka, berbicara dari hati ke hati untuk mengetahui lebih dalam hal-hal apa yang banyak terjadi di Papua,” papar Barnabas.

Menurut Barnabas, keadaan Papua hari ini adalah paradox, karena otonomi khusus yang dimiliki dengan kekuasaan yang cukup besar. Kekuasaan melalui otonomi khusus adalah hampir kekuasaan satu negara merdeka.

Akibat dari kekuasaan otonomi khusus itu, kata Barnabas, Papua mendapat anggaran yang sangat besar, yaitu 2 miliar dolar AS. Apalagi Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa. “Tetapi kok rakyat Papua yang jumlahnya sedikit itu tetap hidup dalam keadaan miskin di atas kekayaannya sendiri. Karena apa? Karena leadership (kepemimpinan), karena mismanagement, karena penyalahgunaan dana yang besar itu,” ungkapnya.

“Jadi saya jujur mengatakan bahwa pemerintahan di sana haruslah pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) dan yang melayani rakyatnya dengan sebaik-baiknya,” ujar Barnabas.

Rakyat Papua, lanjut Barnabas, ada di kampung-kampung. Penduduk Papua asli itu 100 persen ada di kampung-kampung. “Karena itu, tugas utama kita adalah membuat pemerintahan ini suatu pemerintahan yang baik dan bersih. Jadi kita menetapkan agenda membangun pemerintahan di Papua pada semua tingkatan, pemerintahan yang baik, yang bersih, yang melayani rakyat. Ini yang kita sebut bureaucracy reform (reformasi birokrasi), yang di dalamnya mengandung apa yang disebut budgetary reform (reformasi keuangan),” paparnya.

Dengan begitu, diharapkan budget yang jumlahnya 2 miliar dolar AS itu, dimanfaatkan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat Papua di kampung-kampung. Dan dalam hubungan itu, Barnabas melangsir satu konsep baru yang kita sebut People Driven Development Concept.

Menurut Barnabas, pada saat rakyat sudah mandiri (self standing), inilah yang disebut People Driven Development Strategy. “Tujuannya sederhana saja, tidak muluk-muluk: supaya rakyat punya makanan, minuman, gizi mereka dari ke hari bertambah baik, pendidikan, kesehatan dan rumah mereka harus bertambah baik. Ekonomi rakyat juga harus bertambah baik. Anggaran pendapatan kampung harus naik dari 100 juta menjadi Rp 500 juta sampai 1 miliar setiap kampung,” papar Barnabas.

Dia menyatakan, ini adalah anggaran umum, bukan pribadi. “Tetapi pada waktu yang sama, ketika ekonomi ini bertumbuh, raksasa yang tidur ini bangkit... kekayaan alam yang tidur itu bangkit... kekayaan ini tidak membunuh rakyatnya sendiri. Maka kampung kita siapkan, supaya melalui anggaran publik kampung ini, dana dari emas, tembaga, minyak, kayu masuk ke kantong rakyat sehingga mereka dapat membangun dirinya sendiri,” jelasnya.

Barnabas berpendapat, People Driven Development Strategy dimulai dari kampung. “Memang Indonesia ini terkenal sebagai negara proyek, negara yang penuh upacara. Nah, mari kita ubah konsep negara yang begitu, kita harus ubah secara total.”

Menjawab pertanyaan Rakyat Merdeka, apakah kegiatan gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) masih bergema, Agus Sumule, Staf Ahli Gubernur Papua menyatakan, gerakan Papua Merdeka saat ini sudah banyak berkurang. Tetapi pada saat yang sama kita juga menyadari bahwa persoalan itu kan lebih banyak pada persoalan ketidakadilan.

“Tantangan kita sekarang adalah bagaimana menyelesaikan masalah-masalah separatisme itu dengan menyelesaikan hak-hak rakyat. Hak rakyat Papua untuk mendapat kehidupan yang layak, hak supaya rakyat Papua mendapat keadilan dan kesejahteraan,” ujar Sumule.

Mengenai persoalan gerakan separatisme di Papua, lanjutnya, kita berprinsip, kalau ada asap, pasti ada api. Kalau mau menyelesaikan asap, selesaikan apinya dulu. “Api itu kita ibaratkan persoalan kesejahteraan dan keadilan. Mari kita selesaikan persoalan itu dulu. Jika persoalan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat itu bisa diselesaikan, pasti persoalan separatisme itu bisa diatasi,” tegasnya. rm

Dari Freeport, Indonesia Cuma Dapat Bagian Secuil

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=49081
Rakyat Merdeka, Senin, 05 November 2007, 06:14:34

Dari Freeport, Indonesia Cuma Dapat Bagian Secuil

Gubernur Papua Curhat di Belanda

Tak terasa, sudah 40 tahun Freeport ‘mengeruk’ kekayaan Papua. Penyerapan tenaga kerja dan pajak tidak seimbang dengan apa yang telah dibawa pulang perusahaan Amerika Serikat itu. Freeport menyisakan kerusakan lingkungan.

GUBERNUR Barnabas Suebu datang ke Belanda sebagai pembicara pada acara “Dialog Untuk Pembangunan Papua.” Dalam acara yang digelar akhir Oktober 2007 di Kedutaan Besar RI di Den Haag itu, Barnabas Suebu curhat tentang keberadaan PT Freeport Indonesia di tanah Papua. Menurut dia, meski sudah 40 tahun mengeksploitasi pertambangan di Papua, Freeport belum benar-benar berarti.

“Belum memberikan kontribusi seperti yang kita harapkan. Padahal sudah berapa ribu triliun dolar yang dihasilkan PT Freeport, tapi pemerintah Indonesia hanya mendapat bagian yang sangat kecil alias secuil,” kata Barnabas. Padahal, Freeport sudah 40 tahun mengeksploitasi pertambangan di Papua. Dialog dihadiri Dubes RI untuk Belanda Junus Effendi Habibie.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, Barnabas juga mengeluhkan kerusakan lingkungan, penyerapan tenaga kerja dan pembayaran pajak yang tak sebanding yang dilakukan perusahaan asal Amerika Serikat itu.

“Itulah yang membuat rakyat Papua marah, lalu teriak merdeka, mungkin begitu. Untuk menyelesaikan hal-hal ini, Kita harus benar-benar berunding agar orang Papua tidak lagi menangisi dirinya,” beber Barnabas.

“Kita harus masuk ke meja perundingan dan secara cerdas berunding untuk mengubah ini semua,” sambung dia. Barnabas juga mengatakan, tidak ada bagi hasil antara pemerintah Indonesia dengan Freeport. Yang ada, kata dia, Freeport hanya membayar pajak.

“Kalau Freeport membayar pajak Rp 15 triliun, bayangkan berapa besar pendapatan yang diraup Freeport. Itu bukan bagi hasil, tetapi termasuk ke dalam divestasi, di mana pemerintah pusat tidak mau masuk ke dalam kepemilikan (Freeport). Kita dari daerah mau ikut memiliki saham Freeport. Tapi mahalnya minta ampun, 10 persen saham saja bernilai 1 miliar dolar AS,” katanya.

Karena itu, masih kata orang nomor satu di provinsi yang kaya emas ini, sebelum membuka tempat tambang yang lain di Papua, sistem kerjasama model Freeport tidak boleh terulang lagi. “Kita perlu Kaisiepo untuk memiliki gunung tempat tambang emas yang baru,” ujar Barnabas.

Viktor Kaisiepo adalah warga negara Belanda keturunan Papua. Viktor juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif organisasi Papua Lobby.

“Karena kekayaan ini Tuhan yang kasih kepada orang Papua. Sekarang saya sedang negoisasi untuk membeli saham PT Freeport, mengapa tidak? Tetapi Freeport tidak mau jual,” kata Barnabas lagi.

Mengenai kemungkinan meninjau kembali kontrak karya dengan Freeport, sang Gubernur mengaku pihaknya saat ini sedang serius menindaklanjuti opsi tersebut. Dia bilang, pemerintah pusat dan pemerintah daerah mau bicara dengan PT Freeport di meja perundingan.

“Banyak masalah yang harus dibicarakan, seperti soal kerusakan lingkungan, tenaga kerja, kontribusi Freeport yang sangat kecil, pembayaran pajak kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang tidak seimbang. Hal-hal itu harus diselesaikan secara tuntas.”

Dia menambahkan, aspirasi rakyat Papua masih menginginkan penutupan Freeport. Namun, kata dia, pemerintah tidak akan menutupnya.

“Tuntutan ‘Tutup Freeport’ itu penting untuk menekan pihak Freeport, antara lain agar kontrak karya diperbaiki sehingga lebih menguntungkan rakyat Papua,” ujarnya. Dia menambahkan, saat ini pihaknya tengah menagih janji kesepakatan 1 persen dari pendapatan kotor Freeport yang hingga kini belum juga direalisasikan. rm

Lobi Belanda Agar Minta Maaf Pada Korban Perang Indonesia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=48996
Rakyat Merdeka, Minggu, 04 November 2007, 01:29:14

Lobi Belanda Agar Minta Maaf Pada Korban Perang Indonesia

KUKB Roadshow Ke Negeri Tulip Perjuangkan Rekonsiliasi

SEJAUH ini, masih ada yang mengganjal hubungan Indonesia dan Belanda. Penjajahan yang dilakukan Negeri Tulip kepada Indonesia di masa lalu, masih menyisakan banyak tanda tanya dan ganjalan. Ini dikarenakan hingga detik ini Belanda baru mengakui kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 secara de facto saja, tapi tidak secara de jure.

Untuk itulah, Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara R. Hutagalung (Ketua) dan Mulyo Wibisono (Ketua Dewan Penasehat), pada 20-26 Oktober lalu melakukan roadshow ke Negeri Tulip itu. Tujuannya: selain untuk melakukan rekonsiliasi, juga menuntut pemerintah Belanda agar menyelesaikan tanggung jawabnya terhadap rakyat Indonesia yang menjadi korban perang.

Selama roadshow itu, Batara dan Wibisono bertemu dan berbicara dengan berbagai kalangan di Belanda. Di Amsterdam misalnya, KUKB bertemu dengan Joost van Bodegom dan putrinya Annemare van Bodegom. Joost van Bodegom lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada 7 Juni 1036. Ketika agresi militer Jepang tahun 1942 di mana tentara Belanda menyerah kepada Jepang, bersama keluarganya dia dimasukkan ke kamp interniran.

Di Leiden, KUKB bertemu dengan Dr Harry Poeze, Direktur KITLV (Royal Institute of Linguistic and Anthropology) Press. KUKB juga bertemu dengan Prof. Dr. Henk Schulte Nordholt, Research Co-ordinator pada KITLV. Menurut Dr Poeze, penting untuk mendatangkan beberapa janda korban agresi militer dari Rawagede dan Sulawesi Selatan. Ini akan membangkitkan simpati di Belanda. Dia mencontohkan, telah terjadi rekonsiliasi di Srbrenica antara pihak militer Belanda dengan keluarga korban pembantaian di Srbrenica.

Masih di Leiden, KUKB bertemu dengan Herman de Tollenaere, sejarawan yang membuat disertasi mengenai perkembangan Teosofi di Indonesia. Dia menyatakan, basis militer Belanda di Afganistan yang diberi nama “PUNCAK” sangatlah ironis, karena Puncak adalah nama tempat antara Bogor dan Bandung yang dijadikan basis oleh Raymond Westerling tahun 1949/1950 setelah dipecat dari dinas ketentaraan Belanda atas berbagai tindak pelanggaran yang dilakukannya. Di basis di Puncak itulah dia merancang “kudeta” 23 Januari 1950 terhadap Republik Indonesia Serikat (RIS) yang gagal.

Di Den Haag, KUKB bertemu dengan Guido van Leemput, asisten dari Krista van Velzen, anggota parlemen Belanda dari Partai Sosialis (PS). Masih di Den Haag, KUKB bertemu dengan Herman Keppy, putra bekas marinir tentara Belanda. H. Keppy adalah pengelola majalah ‘Marinjo’, yang pembacanya adalah masyarakat Maluku termasuk kalangan RMS di Belanda.’

Menurut Ketua KUKB Batara Hutagalung, dalam pertemuan-pertemuan itu, KUKB menyampaikan bahwa pernyataan Menlu (waktu itu) Belanda Ben Bot yang disampaikan pada 15 Agustus 2005 di Den Haag dan di Jakarta pada 16 Agustus 2005, telah terungkap suatu hal yang mengejutkan bagi bangsa Indonesia. Pada 15 Agustus 2005 di Den Haag, Ben Bot mengatakan, kini sudah saatnya Pemerintah Belanda mengakui de facto kemerdekaan Republik Indonesia adalah 17 Agustus 1945.

Dan pada 16 Agustus 2005 di Jakarta, Ben Bot menyampaikan bahwa kini Pemerintah Belanda menerima proklamasi kemerdekaan RI 17-8-1945 secara politis dan moral, namun tidak secara yuridis.

Dalam wawancara di satu stasiun TV di Indonesia, Ben Bot mempertegas, bahwa pengakuan kemerdekaan telah diberikan akhir tahun 1949 (yaitu pada waktu “pelimpahan kedaulatan” dari Pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia Serikat/RIS-red.). Ini berarti, hingga 17 Agustus 2005, bagi Pemerintah Belanda, Republik Indonesia dianggap tidak ada dan sejak 17-8-2005, naik tingkat menjadi “anak haram”, karena hanya diakui de facto eksistensinya, namun tidak de jure, secara yuridis.

“Dari kenyataan di atas, lanjut Batara, terlihat masih ada beberapa permasalahan dalam hubungan Indonesia-Belanda yang ternyata belum jelas dan belum atau tidak mau diselesaikan dengan solusi yang memuaskan kedua bangsa,” ujar Batara kepada koresponden Rakyat Merdeka di Belanda, A. Supardi Adiwidjaya.

Selain masalah pengakuan de jure dari Pemerintah Belanda atas hari kemerdekaan Republik Indonesia, tambahnya, juga masih dinantikan tindak lanjut dari ucapan Menlu Ben Bot, yang disampaikan di Jakarta pada 16 Agustus 2005. Ben Bot mengakui dua hal, yaitu politik Belanda pada waktu itu (tahun 1947) salah dan dia juga mengakui bahwa aksi militer --yang dulu dinamakan sebagai aksi polisional-- telah mengakibatkan tewasnya sejumlah besar orang Indonesia dan rusaknya perekonomian Indonesia pada waktu itu.

“Apabila seseorang mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian orang lain atau mengakibatkan sesuatu kerusakan, maka sudah seharusnya dia mengganti kerusakan yang telah diakibatkannya,” ungkap Batara.

Barata mencontohkan Jerman dan Jepang, yang setelah kalah dalam Perang Dunia II, kedua negara itu telah meminta maaf kepada negara-negara yang menjadi korban agresi militer mereka serta telah memberikan kompensasi kepada banyak negara, walaupun belum semuanya.

Bukan Balas Dendam

Batara menjelaskan, kegiatan yang dilakukan oleh KUKB bukanlah untuk membalas dendam terhadap agresi militer yang dilakukan Belanda di Indonesia antara tahun 1945 sampai tahun 1950, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17-8-1945, melainkan sebaliknya.

“KUKB menawarkan suatu rekonsiliasi yang bermartabat, artinya rekonsiliasi antara dua bangsa yang sederajat dan saling mengakui. Sebab, adalah suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia dan bangsa Belanda telah berjalan bersama-sama selama lebih dari 400 tahun,” ungkapnya.

Namun, kata Batara, hingga kini Pemerintah Belanda tetap tidak mau mengakui secara de jure kemerdekaan RI adalah 17 Agustus 1945. “Oleh karena itu, rekonsiliasi antara dua bangsa yang sederajat dan saling mengakui belum dapat dilakukan, karena Belanda masih tetap tidak mau menerima bangsa Indonesia sederajat dengan mereka,” sesal Batara.

Apabila Pemerintah Belanda mau mengakui de jure kemerdekaan RI adalah 17-8-1945, lanjutnya, maka sebagai konsekuensi logisnya adalah permintaan maaf dan bukan ucapan penyesalan saja atas agresi militer yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia antara tahun 1945-1950, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Selama agresi militer tersebut, telah banyak terjadi pelanggaran HAM dan kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Belanda.

“Sebagai konsekuensi logis dari permintaan maaf, maka sudah sepantasnya Pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kerusakan dan penderitaan yang diakibatkan oleh agresi militer tersebut. Serta memberikan kompensasi kepada para korban yang selamat, para janda dan keluarga korban agresi militer Belanda,” ungkap Batara.

Dia menjelaskan, KUKB juga merencanakan menyelenggarakan acara “rekonsiliasi/perdamain” di Rawagede pada 9 Desember 2008. rm

SBY Juga Masih Budayakan Kebal Hukum

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=44399
Rakyat Merdeka, Jumat, 05 Oktober 2007, 11:37:49 WIB

LAPORAN DARI BELANDA
SBY Juga Masih Budayakan Kebal Hukum

Diemen, myRMnews. Pada Minggu 30 September 2007 yang lalu, di Diemen (di pinggir Kota Amsterdam) Lembaga Pembela Korban 1965 telah menggelar pertemuan “Peringatan Tragedi Nasional 1965”. Tiga tema yang diangkat oleh masing-masing pembicara dalam pertemuan tersebut: (1) Sambutan M.D.Kartaprawira (Ketua Lembaga Pembela Korban /LPK/ 1965) dengan tema “Semakin Gelap Jalan Menuju ke Kebenaran dan Keadilan”; (2) sambutan Cipto Munandar (Ketua Stichting Azie Studies, Onderzoek en Informatie) berjudul “42 Tahun Tragedi Nasional 1965”; (3) sambutan Martha Meijer (Ketua HOM - Humanist Committee on Human Rights) bertemakan “Impunitas di Indonesia”.

Sulit untuk dibantah dan adalah suatu kenyataan, bahwa setelah terjadinya peristiwa apa yang disebut G30S tahun 1965, berlangsunglah kudeta merangkak yang dilakukan oleh (ketika itu) Letjen Soeharto dan para pendukungnya untuk menggulingkan Presiden Soekarno dari kedudukannya.

Proses pengambilalihan kekuasaan Presiden Soekarno ke tangan Letjen Soeharto cs tersebut berlangsung perlahan-lahan namun pasti. Dan dalam proses untuk pengambilan kekuasaan oleh Letjen Soeharto cs tersebut dilaksanakan dengan melakukan pembunuhan massal terhadap mereka yang terindikasi atau diindikasikan sebagai anggota PKI ataupun organisasi-organisasi massanya.

Berbagai pembantaian yang kejam juga dilakukan terhadap para pendukung setia Presiden Soekarno. Tanpa proses pengadilan jutaan orang tak bersalah apapun dengan kekejaman yang luar biasa disiksa dan dijebloskan ke dalam penjara-penjara dan ribuan orang diasingkan ke Pulau Buru. Bagi warganegara RI yang berada di luar negeri, yang mendukung pemerintah dibawah Presiden Soekarno, rezim Orba mencabut paspor dan kewarganegaraan mereka.

“Tidak tergantung siapa dalang G30S, dan lepas masalah G30S tuntas atau belum, pembunuhan massal dan pembuangan serta penahanan ribuan orang tanpa dibuktikan kesalahannya adalah pelanggaran HAM berat. Maka demi keadilan yang dijamin dalam UUD 45 masalah pelanggaran HAM berat tersebut harus diselesaikan”, tegas M.D. Kartaprawira.

Menyinggung soal TAP MPRS Nomor XXV/1966, M.D.Kartaprawira menyatakan, adalah kesalahan besar menjadikan TAP MPRS Nomor XXV/1966 sebagai dasar untuk menghalalkan pembantaian massal dan pembuangan/penahanan massal 1965-1967. Sebab TAP tersebut, menurut Kartaprawira, dengan jelas hanya menyatakan pembubaran PKI serta onderbouw-nya dan pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme, yang tidak dapat diartikan sebagai perintah pembantaian massal tersebut di atas. Bahkan kalaupun PKI terbukti bersalah, pembantaian massal dan semacamnya tetap tidak dapat dibenarkan dan merupakan kejahatan kemanusiaan.

“Watak otoriter rejim Orde Baru berbeda seperti bumi dan langit dibandingkan dengan kebijakan Soekarno, di mana ketika Partai Sosialis Indonesia dan Masyumi dibubarkan karena terbukti tersangkut dalam pemberontakan PRRI-Permesta, toh tidak terjadi pembunuhan terhadap anggota-anggota kedua partai tersebut, apalagi pembantaian massal”, tegas M.D.Kartaprawira.

“Pada 42 tahun yang lalu terjadi peristiwa 30 September 1965 yang disusul dengan naiknya kekuasaan militer Orde Baru Soeharto dan terjadi pembantaian jutaan manusia Indonesia tak berdosa, perampasan segala hak sipil dan kemanusiaan jutaan keluarga Indonesia. Hingga saat ini diskriminasi atas sebagian besar bangsa Indonesia masih berlangsung”, ujar Cipto Munandar dalam sambutannya. Walaupun presiden Soeharto sudah lengser, lanjut Munandar, pada Mei 1998, hampir sepuluh tahun yang lalu dan secara formal kita berada pada apa yang dikatakan “era reformasi”, belum ada perubahan mendasar dalam situasi tersebut.

“Pembantaian dan pemenjaraan jutaan tak bersalah menyusul peristiwa 1965 menandakan tidak adanya ‘rule of law’, berlakunya apa yang disebut sebagai impunity (kebal hukum). Karena hal itu belum pernah ditangani, maka sampai sekarang pun impunity itu masih berlaku. Siapa berani menentang dan menggugat rezim berkuasa akan disingkirkan, dihilangkan atau dibunuh. Itu yang terjadi pada pejuang buruh Marsinah, pada seniman rakyat Wiji Thukul dan banyak lain yang tak bernama,” papar tegas Cipto Munandar.

Sesuai dengan tema yang dibawakannya “Impunitas di Indonesia”, Martha Meijer menegaskan, berbagai kejahatan terhadap kemanusian yang terjadi sejak tahun 1965 sampai saat ini masih terus berlangsung. Meskipun diakuinya bahwa dia tidak membikin analisis yang mendalam tentang G30S sendiri.

“Saya mencoba untuk melihat bagaimana pelaku pelanggaran HAM tanpa mendapat hukuman, impunitas di Indonesia masih terus berlangsung”, kataya. “Itu pertanyaan yang paling penting untuk saya sendiri’, ujar Martha Meijer.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa peristiwa 1965 tersebut adalah pelanggaran berat HAM. Dalam konteks ini ada banyak bentuknya: dengan penghilangan orang secara paksa; penahanan semena-mena; pembunuhan dan pemenjaraan orang-orang yang tidak bersalah dan sebagainya – semua itu adalah termasuk kategori pelanggaran berat HAM. Dan itu harus ada proses keadilan,” ujar Mugiyanto - Ketua IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia) - seusai pertemuan ketika bincang-bincang dengan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya. Berikut ini petikannya.


Kami dengar Anda baru saja datang dari Jenewa. Dalam rangka apa Anda ke sana?

Saya ke Jenewa untuk menghadiri Sidang Dewan HAM PBB dan juga peluncuran Koalisi Internasional Melawan Penghilangan Paksa ( International Coalition Against Enforced Disappearances - ICAED) di Jenewa pada tanggal 26 September 2007 yang lalu. Koalisi Internasional ini didirikan dan diluncurkan oleh organisasi-organisasi yang bergerak di bidang HAM, khususnya penghilangan orang secara paksa. Dan saya mewakili AFAD (Asian Federation Against Disappearances/Federasi Organisasi Orang Hilang Asia). Yang menjadi anggota ICAED ini pada saat ini adalah Amnesty Internasional, Human Rights Watch, AFAD, HOM (Humanist Committee on Human Rights), FIDH (Federation Internationale des Leagues des Droits de l’Homme) yang berbasis di Paris (Perancis), kemudian FEDEFAM (Fighting Against Forced Disappearances in Latin America/Federasi Keluarga Orang Hilang di Amerika Latin), ICJ (International Commission of Jurists), Federasi Organisasi Keluarga Orang Hilang di Europa Mediterranean.

Jadi organisasi-organisasi inilah yang meluncurkan Koalisi Internasional Melawan Penghilangan Paksa (ICAED) ini dengan tujuan supaya negara-negara melakukan ratifikasi atas konvensi yang baru saja diadopsi Majelis Umum PBB pada tanggal 20 Desember 2006 yang lalu, yaitu Konvensi Internasional Melawan Penghilangan Orang Secara Paksa. Dan kemarin, hari Sabtu (29/09), kami bertemu dengan Perwakilan Tetap RI di Jenewa. Kami menanyakan tentang janji pemerintah Indonesia, karena sebagaimana disampaikan oleh Hamid Awaluddin (yang ketika itu) sebagai Menteri Hukum dan HAM pada bulan Maret 2007 yang lalu pada Sidang HAM di Jenewa mengatakan, bahwa Indonesia akan menandatangani Konvensi ini, sebelum melakukan ratifikasi.

Jadi, kami mempertanyakan janji ini kepada staf Perwakilan Tetap RI untuk PBB di Jenewa. Dan mereka mengatakan, memang Indonesia merencanakan untuk melakukan suatu penandatanganan di New York. Dan kebetulan pada saat ini Menlu RI sedang berada di luar negeri.

Maksud kedatangan Anda ke Belanda?

Keberadaan saya di Belanda ini untuk beberapa tujuan, antara lain untuk mensosialiskan perkembangan di mana ada konvensi baru, ada organisasi koalisi internasional HAM yang baru untuk kasus penghilangan orang secara paksa. Dan saya tahu di Belanda ini banyak korban peristiwa tahun 1965. Banyak saudara-saudara mereka di Indonesia yang juga hilang. Dan menurut saya, akan bagus jika teman-teman di Belanda ini juga melakukan presure (tekanan) dari sini. Dan bagus juga untuk mulai mengambil inisiatif-inisiatif untuk membawa kasus-kasus peristiwa tahun 1965, terutama mengenai penghilangan paksa ke arena internasional.

Sebelum berangkat ke Jenewa, saya sudah tahu akan ada pertemuan “Peringatan Tragedi Nasional 1965” di Amsterdam hari ini (Minggu, 30/09 – red.). Dan saya memang merencanakan untuk hadir dalam pertemuan ini untuk juga berbagi pengalaman dan menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan perkembangan situasi HAM di Indonesia. Dan saya juga memberikan masukan apa yang mungkin bisa dilakukan oleh para korban pelanggaran HAM di Indonesia.

Pendapat Anda mengenai pertemuan “Peringatan Tragedi Nasional 1965” ini?

Pertemuan ini menurut saya bagus. Karena mereka yang selama ini berada di sini bisa bertemu dan saya tidak begitu yakin, bahwa mereka sering mengadakan pertemuan seperti ini. Bagus dalam artian juga mereka membicarakan hal-hal yang menurut saya cukup konkret. Yaitu, apa yang seharusnya mereka lakukan untuk menangani dan menyelesaikan kasus yang menimpa mereka – peristiwa tahun 1965. Dan kebetulan hari ini adalah peringatan peristiwa tersebut.

Sehubungan dengan ini, saya berpendapat, pertama, tidak bisa dipungkiri bahwa peristiwa 1965 adalah pelanggaran berat hak-hak asasi manusia. Dalam konteks ini ada banyak bentuknya: dengan penghilangan orang secara paksa; penahanan semena-mena; pembunuhan dan pemenjaraan orang-orang yang tidak bersalah dan sebagainya – semua itu adalah termasuk kategori pelanggaran berat HAM. Dan itu harus ada proses keadilan.

Dalam pertemuan ini, saya mendapat kesempatan menyampaikan beberapa pendapat: Pertama, korban peristiwa 1965 harus berpartisipasi aktif pada proses ke depan dalam merumuskan ulang sebuah Undang-undang tentang Komisi Kebenaran. Menurut saya, Komisi Kebenaran sangat penting sebagai instrumen non judicial yang bisa digunakan untuk menangani kasus ’65.

Kedua, saya juga mengharapkan ada partisipasi aktif dari korban peristiwa ’65 untuk merumuskan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) ke depan yang berpihak kepada korban. Karena Undang-undang KKR yang sebelumnya, yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, yakni UU No.27 tahun 2004, menurut saya memang tidak bagus. Salah satu alasannya mengapa saya katakan tidak bagus, karena partisipasi korban sangat minim. Sehingga undang-undang tersebut tidak sensitif.
Ketiga, mulai mengambil inisiatif-inisiatif untuk mengumpulkan data-data konkret, membawa kasus-kasus peristiwa tahun 1965, terutama mengenai penghilangan paksa ke arena internasional.

Sebagai jalan keluar atau penyelesaian persoalan eks mahasiswa ikatan dinas (eks-Mahid) dan “orang-orang terhalang pulang” lainnya, pemerintah SBY tampaknya atau paling tidak ada kecenderungan kuat “menawarkan” UU No.12 tahun 2006 (yang diundangkan pada pada tgl 1 Agustus 2006 dalam Lembaran Negara RI tahun 2006 nomor 63) tentang Kewarganegaraan RI pasal 41 (Tatacara Pendaftaran untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI) dan pasal 42 (tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia). Komentar Anda?

Menurut pendapat saya, apa yang terjadi terhadap mereka ini, yang dimaksud dalam UU Kewarganegaraan ini adalah mereka yang menjadi korban politik. Jadi ini sebuah peristiwa politik. Sehingga tidak bisa diperlakukan seperti, kalau saya mengatakan, itu adalah negara memperlakukan sebagai kriminal atau orang yang abai, orang yang ignorant sehingga( selama lima tahun berturut-turut) tidak melaporkan kewarganegaraannya. Padahal persoalannya tidak demikian. Mereka adalah warganegara Indonesia, yang karena sebuah peristiwa politik di Indonesia mereka dicabut hak kewargenegaraan/paspornya. Jadi menurut saya ini adalah bukan masalah paspor. Tetapi bagaimana negara memposisikan mereka, memposisikan warganegara pada posisi yang sebenarnya. Jadi bukan sekedar masalah paspor.

Menurut saya, jika langkah ini yang diambil pemerintah pada saat ini (untuk penyelesaian masalah “orang-orang terhalang pulang” – red), maka kelihatan sekali pemerintah masih tidak mengubah wataknya dari pemerintah sebelumnya, terutama pemerintahan Orde Baru Soeharto.

Menurut saya, langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada saat ini berhubungan dengan warganegara Indonesia yang berada di luar negeri, antara lain yang berada di Negeri Belanda ini, adalah meminta maaf bahwa apa yang terjadi pada masa lalu, apa yang dilakukan oleh rezim pada masa lalu adalah sebuah kesalahan, suatu pelanggaran HAM.

Baru ketika, pemerintah mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan pada masa lalu adalah sebuah kesalahan, menurut saya, hal-hal yang berhubungan dengan paspor dan lain-lain adalah masalah teknis yang bisa diselesaikan kemudian. Tapi pada prinsipnya, harus ada pengakuan negara, bahwa negara melakukan kesalahan, melakukan perampasan hak-hak warganegara pada masa lalu, dan ini adalah pelanggaran HAM. ***

KETUPAT MANCA: Kebal Lihat Orang Berciuman Di Jalanan

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=47625
Rakyat Merdeka, Sabtu, 13 Oktober 2007, 00:14:34

KETUPAT MANCA:
Kebal Lihat Orang Berciuman Di Jalanan


BULAN Ramadhan—yang sebentar lagi berlalu—adalah bulan suci bagi umat Islam di seluruh dunia. Masyarakat Islam dari berbagai etnis, termasuk masyarakat Indonesia yang beragama Islam yang berdomisili di Belanda, menjalankan ibadah puasa dengan antusias. Tahun ini, Ramadhan di Belanda jatuh pada musim gugur sehingga udaranya sejuk, tidak panas dan tidak terlalu dingin pula.

Umat Islam yang termasuk minoritas di Belanda menjalankan puasa dengan penuh cobaan di negeri yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen itu.

Namun, kaum Muslim dari berbagai etnis di Belanda, tidak terganggu sama sekali dengan toko-toko makanan, restoran atau cafÈ yang buka di siang hari bolong. Adalah pemandangan biasa melihat orang pacaran berpelukan atau adegan pasangan sedang ciuman di jalanan.

Mereka juga tidak terganggu melihat cukup banyak orang makan roti tergesa-gesa di jalan atau ketika sedang naik bus atau kereta api menuju ke tempat kerja masing-masing. Warga Muslim di Belanda juga tak merasa terganggu oleh tempat-tempat judi dan pelacuran yang tetap berfungsi di malam hari di bulan Ramadhan. Mungkin Muslim yang tinggal di Belanda sudah “kebal” dengan situasi dan godaan tersebut.

Di Belanda, tidak ada orang-orang teriak atau membunyikan kentongan di pagi buta yang membangunkan orang untuk makan sahur. “Buat saya, menjalankan puasa di sini enak, tidak berat. Lebih-lebih sekarang di musim gugur. Siang hari hawa udara tidak terlalu dingin dan tidak panas. Meskipun waktu puasa cukup panjang, menahan lapar dan haus tidaklah terlalu berat,” ujar seorang ibu ditemui Rakyat Merdeka ketika menunggu bus di halte Amsterdam Lelylaan untuk menuju Masjid Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) Al Ikhlash di Amsterdam.

Ketika bus yang ditunggu-tunggu datang, kami pun bergegas masuk. Sekitar tiga halte kemudian, Rakyat Merdeka melihat beberapa perempuan berjilbab naik. Ternyata tujuan mereka juga ke Masjid PPME Al Ikhlash untuk shalat tarawih.

Pengalaman berbuka puasa dan bertarawih di Masjid Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) Al Ikhlash di Amsterdam cukup menyenangkan. Suasana tarawih di mesjid di sana sangat ramai. Tua, muda, laki-laki dan perempuan, berkumpul dan beribadah bersama.

Selain di Masjid PPME Al Ikhlash, umat Islam—khususnya yang berasal dari Indonesia—bisa—berbuka puasa bersama dan shalat tarawih di aula Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag. Namun jumlah jamaah yang ikut shalat tarawih di KBRI tak sebanyak jamaah di Masjid PPME Al Ikhlash. Umat Islam Indonesia yang tinggal di sekitar Den Haag juga bisa melakukan shalat tarawih di Masjid Al Hikmah.

Festival Ramadhan

Sudah tiga tahun terakhir setiap bulan Ramadhan di Belanda digelar Festival Ramadhan. Festival ini digelar di 40 kota di negeri bunga Tulip ini. Festival diramaikan dengan acara pertemuan, perkenalan, pembicaraan, diskusi antara penduduk dari berbagai etnis, agama dan kepercayaan. Terutama mengenai persoalan yang berkaitan dengan kebudayaan dan agama Islam.

Setelah acara diskusi selesai, para peserta selanjutnya menikmati suguhan makanan dan minuman atau iftar. Ketika menikmati iftar, para peserta Ramadan Festival melanjutkan ramah tamah dengan penuh rasa persahabatan dan persaudaraan.

Di kota Zaandam, Festival Ramadhan diselenggarakan oleh oleh Stichting (Yayasan) EuroMaroc Ned dan Stichting Mizaan. Yayasan Mizaan adalah yayasan generasi kedua orang-orang Turki, yang berdomisili di Zaanstad. Mizaan dalam bahasa Turki berarti balance, keseimbangan atau harmoni (evenwicht). rm

Jangan Pukul Rata Semua Maskapai Kita Amburadul

Rakyat Merdeka, Minggu, 09 September 2007, 01:21:52

“Jangan Pukul Rata Semua Maskapai Kita Amburadul”

Dubes Habibie Kritik Larangan Terbang UE Dengan Garuda Cs

Keputusan Uni Eropa (UE) mengenai larangan terbang kepada warga Eropa dengan maskapai penerbangan dari Indonesia karena dianggap tidak memenuhi standar keselamatan internasional, diakui Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Kerajaan Belanda Junus Effendi Habibie mempunyai dampak yang negatif.

“JUJUR saja, kebijakan Uni Eropa ini berdampak negatif bagi dunia pariwisata Indonesia. Kita memang menghargai keputusan dari UE itu. Namun, kita juga mengatakan bahwa tidak bisa semuanya dipukul rata maskapai penerbangan domestik (Indonesia) amburadul seperti itu dong,” ungkap Dubes Junus Effendi Habibie kepada koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya di sela-sela acara resepsi peringatan HUT ke-62 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Wisma Duta di Wassenaar, Den Haag, Kamis (6/9).

Pada saat yang sama, KBRI Den Haag juga menggelar promosi untuk pariwisata, dagang dan investasi. Hadir dalam perjamuan dan kegiatan promosi itu Menlu Belanda Maxime Verhagen, Ruud Treffers (bekas Dubes Kerajaan Belanda untuk RI yang saat ini sebagai Dirjen Kerja Sama Internasional di Deplu Belanda), Joop Scheffers (Director Asia & Oceania), Nadjib Riphat Kesoema (Dubes RI untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa) serta para undangan lainnya.

Dubes Habibie yang didampingi Nyonya Miriam Habibie dan Wakepri Djauhari Oratmangun menyatakan, gara-gara keputusan UE soal larangan terbang dengan maskapai penerbangan Indonesia termasuk Garuda, para penumpang Belanda yang mau berkunjung ke Indonesia tidak mendapat asuransi untuk penerbangan domestik (di Indonesia-red).

“Kita mesti melihat bahwa dari 50 perusahaan penerbangan Indonesia itu, ada satu atau dua di antaranya yang sudah memenuhi persyaratan keselamatan udara. Harus dikatakan yang memenuhi persyaratan itu baik. Misalnya Garuda, itu baik. Artinya, Garuda sudah memenuhi persyaratan keselamatan udara,” ujar adik kandung bekas Presiden BJ Habibie itu.

Dengan begitu, lanjut diplomat yang akrab disapa Fanny Habibie itu, para penumpang (warga) Belanda bisa tahu, mereka bisa sampai ke Indonesia dan menggunakan pesawat Garuda untuk penerbangan domestik.

Dia mengakui, kebijakan UE tersebut sangat merugikan promosi kepariwisataan Indonesia. Sebab, pengumuman itu akan menghambat para turis Belanda yang akan berkunjung ke Indonesia.

Ditanya apakah akibat kebijakan UE itu jumlah turis atau pengusaha Belanda yang datang ke Indonesia menurun, dia menyatakan, sampai saat ini belum mengalami penurunan tajam. “Tetapi jika terlalu lama tidak dibayarnya asuransi karena menggunakan pesawat domestik Garuda, bisa menghambat para turis Belanda untuk datang ke Indonesia. Mereka tetap datang ke Indonesia, tetapi memakai pesawat-pesawat lain, bukan pesawat Garuda,” keluhnya.

Berapa rata-rata Kedubes RI mengeluarkan visa untuk warga Belanda yang ingin ke Indonesia sebelum dan sesudah Uni Eropa mengumumkan larangan terbang terhadap warganya dengan maskapai penerbangan Indonesia?

Dubes Habibie mengaku tidak begitu paham berapa jumlah visa yang dikeluarkan dalam setiap bulan oleh Kedubes RI di Belanda. Tetapi yang pasti, katanya, sekarang ini mengurus visa ke Indonesia mudah sekali.

“Bagi warga Belanda yang ingin mengurus visa kunjungan ke Indonesia, juga bisa dilakukan melalui internet, mengisi formulir dan membayarnya melalui bank. Lagi pula ada visa on arrival (VOA). Jadi kalau orang mau datang ke Indonesia untuk liburan selama sebulan, bisa datang langsung dan meminta visanya di bandara di Jakarta ketika mereka mendarat,” paparnya.

Lebih lanjut Dubes Habibie menjelaskan, pada akhir Agustus lalu, delegasi Departemen Perhubungan Indonesia telah mengadakan perundingan dengan otoritas penerbangan UE soal langkah-langkah keamanan yang sudah diambil bagi penerbangan Indonesia. Kepada UE, pihaknya menjelaskan bahwa Indonesia itu terikat kovensi keselamatan udara.

“Tetapi kita juga minta bahwa dalam keselamatan udara itu ada persyaratan minimal. Nah, kalau persyaratan minimal itu dipenuhi, kan mesti bisa menggunakan pesawat domestik yang sudah memenuhi persyaratan itu. Dan jangan tunggu sampai semua maskapai penerbangan Indonesia yang jumlahnya 50, memenuhi persyaratan minimal itu. Kalau harus menunggu dulu semua maskapai penerbangan Indonesia rame-rame memenuhi persyaratan, ya itu tidak benar,” tandasnya.

“Yang saya harapkan, misalnya Jepang secara bilateral mengatakan bahwa Garuda boleh datang. Nah, saya harapkan juga Belanda secara bilateral mengatakan bahwa boleh menggunakan Garuda, karena pesawat Garuda memenuhi persyaratan keselamatan udara. Untuk Uni Eropa, masalahnya para turis itu tidak mau dibayar asuransinya kalau di Indonesia naik pesawat Garuda. Yang menghambat itu soal asuransi,” cetusnya.

Dia menyatakan, pihaknya masih menunggu tanggapan dari Uni Eropa setelah pemerintah Indonesia lewat delegasi Dephub memberikan penjelasan dan klairifikasi seputar maskapai penerbangan di tanah air. “Kita mengharapkan bahwa Uni Eropa akan mengirim delegasi ke Indonesia untuk menyaksikan sendiri mengenai berbagai langkah pengamanan yang sudah diambil pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan standar keselamatan penerbangan di tanah air,” jelasnya.

Menurut Dubes Habibie, pihaknya juga sudah menghubungi pemerintah Belanda untuk membahas masalah ini. “Bahkan tadi juga saya berbicara dengan Menteri Luar Negeri Belanda Maxime Verhagen. Saya sangat mengerti bagaimana posisi Belanda yang terus membantu Indonesia untuk bicara di forum Uni Eropa,” pungkas Dubes Habibie. rm